BAGIAN SATU
1. STRATEGI DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MEKAH
Tujuan dakwah Rasulullah SAW pada periode Mekah adalah agar masyarakat Arab meninggalkan kejahiliyahannya di bidang agama, moral dan hukum, sehingga menjadi umat yang meyakini kebenaran kerasulan nabi Muhammad SAW dan ajaran Islam yang disampaikannya, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Strategi dakwah Rasulullah SAW dalam berusaha mencapai tujuan yang luhur tersebut sebagai berikut:
1. Dakwah secara Sembunyi-sembunyi Selama 3-4 Tahun
Pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi ini, Rasulullah SAW menyeru untuk masuk Islam, orang-orang yang berada di lingkungan rumah tangganya sendiri dan kerabat serta sahabat dekatnya. Mengenai orang-orang yang telah memenuhi seruan dakwah Rasulullah SAW tersebut adalah: Khadijah binti Khuwailid (istri Rasulullah SAW, wafat tahun ke-10 dari kenabian), Ali bin Abu Thalib (saudara sepupu Rasulullah SAW yang tinggal serumah dengannya), Zaid bin Haritsah (anak angkat Rasulullah SAW), Abu Bakar Ash-Shiddiq (sahabat dekat Rasulullah SAW) dan Ummu Aiman (pengasuh Rasulullah SAW pada waktu kecil).
Abu Bakar Ash-Shiddiq juga berdakwah ajaran Islam sehingga ternyata beberapa orang kawan dekatnya menyatakan diri masuk Islam, mereka adalah:
۞ Abdul Amar dari Bani Zuhrah
۞ Abu Ubaidah bin Jarrah dari Bani Haris
۞ Utsman bin Affan
۞ Zubair bin Awam
۞ Sa’ad bin Abu Waqqas
۞ Thalhah bin Ubaidillah.
Orang-orang yang masuk Islam, pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang namanya sudah disebutkan d atas disebut Assabiqunal Awwalun (pemeluk Islam generasi awal).
2. Dakwah secara terang-terangan
Dakwah secara terang-terangan ini dimulai sejak tahun ke-4 dari kenabian, yakni setelah turunnya wahyu yang berisi perintah Allah SWT agar dakwah itu dilaksanakan secara terang-terangan. Wahyu tersebut berupa ayat Al-Qur’an Surah 26: 214-216.
Tahap-tahap dakwah Rasulullah SAW secara terang-terangan ini antara lain sebaga berikut:
1. Mengundang kaum kerabat keturunan dari Bani Hasyim, untuk menghadiri jamuan makan dan mengajak agar masuk Islam. Walau banyak yang belum menerima agama Islam, ada 3 orang kerabat dari kalangan Bani Hasyim yang sudah masuk Islam, tetapi merahasiakannya. Mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Ja’far bin Abu Thalib, dan Zaid bin Haritsah.
2. Rasulullah SAW mengumpulkan para penduduk kota Mekah, terutama yang berada dan bertempat tinggal di sekitar Ka’bah untuk berkumpul di Bukit Shafa.
Pada periode dakwah secara terang-terangan ini juga telah menyatakan diri masuk Islam dari kalangan kaum kafir Quraisy, yaitu: Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi SAW) dan Umar bin Khattab. Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam pada tahun ke-6 dari kenabian, sedangkan Umar bin Khattab (581-644 M).
Rasulullah SAW menyampaikan seruan dakwahnya kepada para penduduk di luar kota Mekah. Sejarah mencatat bahwa penduduk di luar kota Mekah yang masuk Islam antara lain:
۞ Abu Zar Al-Giffari, seorang tokoh dari kaum Giffar.
۞ Tufail bin Amr Ad-Dausi, seorang penyair terpandang dari kaum Daus.
۞ Dakwah Rasulullah SAW terhadap penduduk Yastrib (Madinah). Gelombang pertama tahun 620 M, telah masuk Islam dari suku Aus dan Khazraj sebanyak 6 orang. Gelombang kedua tahun 621 M, sebanyak 13 orang, dan pada gelombang ketiga tahun berikutnya lebih banyak lagi. Diantaranya Abu Jabir Abdullah bin Amr, pimpinan kaum Salamah.
Pertemuan umat Islam Yatsrib dengan Rasulullah SAW pada gelombang ketiga ini, terjadi pada tahun ke-13 dari kenabian dan menghasilkan Bai’atul Aqabah. Isi Bai’atul Aqabah tersebut merupakan pernyataan umat Islam Yatsrib bahwa mereka akan melindungi dan membela Rasulullah SAW. Selain itu, mereka memohon kepada Rasulullah SAW dan para pengikutnya agar berhijrah ke Yatsrib.
3. Reaksi Kaum Kafir Quraisy terhadap Dakwah Rasulullah SAW
Prof. Dr. A. Shalaby dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Islam, telah menjelaskan sebab-sebab kaum Quraisy menentang dakwah Rasulullah SAW, yakni:
1. Kaum kafir Quraisy, terutama para bangsawannya sangat keberatan dengan ajaran persamaan hak dan kedudukan antara semua orang. Mereka mempertahankan tradisi hidup berkasta-kasta dalam masyarakat. Mereka juga ingin mempertahankan perbudakan, sedangkan ajaran Rasulullah SAW (Islam) melarangnya.
2. Kaum kafir Quraisy menolak dengan keras ajaran Islam yang adanya kehidupan sesudah mati yakni hidup di alam kubur dan alam akhirat, karena mereka merasa ngeri dengan siksa kubur dan azab neraka.
3. Kaum kafir Quraisy menilak ajaran Islam karena mereka merasa berat meninggalkan agama dan tradisi hidupa bermasyarakat warisan leluhur mereka.
4. Dan, kaum kafir Quraisy menentang keras dan berusaha menghentikan dakwah Rasulullah SAW karena Islam melarang menyembah berhala.
Usaha-usaha kaum kafir Quraisy untuk menolak dan menghentikan dakwah Rasulullah SAW bermacam-macam antara lain:
۞ Para budak yang telah masuk Islam, seperti: Bilal, Amr bin Fuhairah, Ummu Ubais an-Nahdiyah, dan anaknya al-Muammil dan Az-Zanirah, disiksa oleh para pemiliknya (kaum kafir Quraisy) di luar batas perikemanusiaan.
۞ Kaum kafir Quraisy mengusulkan pada Nabi Muhammad SAW agar permusuhan di antara mereka dihentikan. Caranya suatu saat kaum kafir Quraisy menganut Islam dan melaksanakan ajarannya. Di saat lain umat Islam menganut agama kamu kafir Quraisy dan melakukan penyembahan terhadap berhala.
Dalam menghadapi tantangan dari kaum kafir Quraisy, salah satunya Nabi Muhammad SAW menyuruh 16 orang sahabatnya, termasuk ke dalamnya Utsman bin Affan dan 4 orang wanita untuk berhijrah ke Habasyah (Ethiopia), karena Raja Negus di negeri itu memberikan jaminan keamanan. Peristiwa hijrah yang pertama ke Habasyah terjadi pada tahun 615 M.
Suatu saat keenam belas orang tersebut kembali ke Mekah, karena menduga keadaan di Mekah sudah normal dengan masuk Islamnya salah satu kaum kafir Quraisy, yaitu Umar bin Khattab. Namun, dugaan mereka meleset, karena ternyata Abu Jahal labih kejam lagi.
Akhirnya, Rasulullah SAW menyuruh sahabatnya kembali ke Habasyah yang kedua kalinya. Saat itu, dipimpin oleh Ja’far bin Abu Thalib.
Pada tahun ke-10 dari kenabian (619 M) Abu Thalib, paman Rasulullah SAW dan pelindungnya wafat. Empat hari setelah itu istri Nabi Muhammad SAW juga telah wafat. Dalam sejarah Islam tahun wafatnya Abu Thalib dan Khadijah disebut ‘amul huzni (tahun duka cita).
2. Karakteristik dan Fenomena Masyarakat Madani Zaman Nabi
Usaha dalam rangka meletakan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat adalah:
a. Membangun Masjid
b. Ukhuwwah Islamiyah
c. Hubungan persahabatan dengan pihak lain.
3. Isi Konstitusi Madinah dan Perbandngannya dengan Isi UUD 1945
a. Beberapa pandangan tentang Piagam Madinah
1. Pandangan Dr. Ahmad Syafii Maarif
Piagam Madinah dikeluarkan pada tahun pertama Nabi hijrah ke kota Yathrib. Jadi bertepatan dengan 622 M, dua tahun sebelum Perang Badar. Menurut para sarjana muslim dan non-muslim, piagam ini otentik. …
… kita dikenalkan kepada ide-ide politik yang sangat revolusioner, etis, dan anggun. Bukan saja untuk masa itu, bahkan gaungnya masih terasa bermakna pada dekade terakhir abad ke-20. Piagam ini jelas mempunyai tujuan strategis bagi terciptanya keserasian politik dengan mengembangkan toleransi sosioreligius dan budaya seluas-luasnya. Piagam ini saya katakan revolusioner karena antara lain semua penduduk Madinah bersama pendatang, yaitu kaum muhajirin dari Mekah dikategorikan sebagai satu umat berhadapan dengan manusia lain (ummatan waahidatan min duuni an-naas). Gagasan satu umat ini dalam sistem kesukuan yang begitu ketat merupakan terobosan spektakuler. Lebih mencengangkan lagi, inisiatif untuk menulis perjanjian ini berasal dari Muhammad, pemimpin kaum pendatang yang dikejar-kejar pihak Quraisy. Pada tahun pertama hijrah, penduduk Madinah yang masuk Islam belum seberapa jumlahnya, yaitu beberapa orang dari suku Khazraj dan Aus, dua suku yang sebelumnya selalu terlibat baku hantam yang berkepanjangan.
Gagasan satu umat ini juga memasukkan orang-orang Yahudi yang kabarnya sudah tinggal di Madinah sejak permulaan abad ke-2 M. Dari kenyataan inilah, Maxime Rodinson berkesimpulan: “Karenanya (gagasan tentang) umat atau komunitas meliputi penduduk Madnah secara keseluruhan, yang tampil sebagai satu front kesatuan menghadapi dunia luar.” Gagasan satu umat memang berasal dari Al-Qur’an, baik dalam ayat-ayat yang termasuk periode Mekah maupun Madinah.
2. Pandangan Ensiklopedi Islam:
Naskah Piagam Madinah atau Sahifah terdapat dalam Hadis riwayat Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud. Para wakil dari setiap pihak yang disebut dalam naskah itu konon berkumpul di rumah Anas bin Malik.
Para ahli sejarah muslim dan orientalis memberi nama-nama yang berbeda atas Sahifah ini, yaitu Perjanjian, Piagam, Undang-Undang, dan Konstitusi. Tetapi Sahifah lebih dikenal dengan nama Piagam Madinah atau Konstitusi Madinah. Namun demikian mereka sepakat bahwa Sahifah itu merupakan dokumen politik yang mempersatukan komunitas-komunitas penduduk Madinah dalam kehidupan sosial politik bersama di bawah pimpinan Rasulullah SAW. Mereka juga sepakat bahwa Sahifah itu dibuat pada tahun pertama hijrah Nabi saw ke Madinah.
3. Pandangan Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy:
Ibnu Ishaq menyebutkan perjanjian ini tanpa isnad. Sementara Ibnu Khaitsamah menyebutkannya dengan mencantumkan sanad-nya: “Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Junab Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Isa bin Yunus, telah menceritakan kepada kami Katsir bin Abdullah bin Amer al-Mazni dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Rasulullah saw. menulis perjanjian antara Muhajirin dan Anshar.” Kemudian Ibnu Khaitsamah menyebutkan seperti yang disebutkan oleh Ibnu Ishaq. Imam Ahmad menyebutkannya di dalam Musnad-nya dari Suraij ia berkata telah menceritakan kepada kami Ibad dari Hajjaj dari Amer bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Nabi saw. menulis perjanjian antara Muhajirin dan Anshar …
Perjanjian tersebut mengandung beberapa pelajaran penting berkaitan dengan hukum-hukum pemerintahan bagi masyarakat Islam.
Perjanjian tersebut dalam istilah modern lebih tepat disebut “dustur”. … ia telah memuat semua masalah yang dibahas oleh dustur modern mana pun yang meletakkan garis besar haluan negara baik menyangkut masalah dalam maupun luar negeri.
4. Pandangan Ja’far Subhani:
Pada hari-hari awal tibanya Nabi di Madinah, terdapat saling pengertian antara kaum Muslim dan Yahudi dalam beberapa hal, karena kedua umat itu menyembah Allah dan menentang pemujaan berhala, dan kaum Yahudi berpikir bahwa apabila Islam beroleh kekuatan maka mereka sendiri akan aman dari serangan orang Kristen Bizantium.
Karena itu, Nabi menulis sebuah perjanjian untuk mengikat persatuan antara kaum Muhajirin dan Anshar. Dan kaum Yahudi Madinah juga menandatanganinya. Nabi menyetujui untuk menghormati agama dan harta mereka menurut persyaratan yang disepakati bersama. Para penulis biografi Nabi telah mencatat teks perjanjian itu secara lengkap.
5. Pandangan Munawar Chalil:
Adapun kaum Yahudi yang ada di Madinah pada masa itu adalah terdiri dari tiga golongan, yaitu Banu Qraidlah, Banu nadhir dan Banu Qainuqa’. Waktu itu golongan Aus bersahabat dengan dan di bawah pengaruh Yahudi Banu nadhir. Setelah ketiga golongan kaum Yahudi itu melihat bahwa kedua golongan bangsa ‘Arab yang terbesar yang telah lama bermusuhan itu sesudah mendapat pimpinan Islam lalu bersatu dan persatuan mereka mengakibatkan tersiarnya propaganda Islam, lebih-lebih persatuan mereka dengan kaum Muslimin dari Makkah yang mengakibatkan kemajuan Islam di segenap penjuru kota Madinah sukar sekali dihalang-halangi, maka mereka kaum Yahudi itu mendirikan persatuan sendiri, dengan tujuan merintangi kemajuan Islam.
Waktu itu Nabi s.a.w. telah mengetahui bahwa ketiga golongan kaum Yahudi itu dan golongan-golongan lainnya sama berdaya-upaya hendak menghalang-halangi kemajuan Islam dan kaum Muslimin. Oleh sebab itu beliau mengajak mereka berdamai, agar mereka jangan terus mendengki dan membenci Islam dan orang-orang yang menjadi pengikutnya dan jangan pula mereka merin-tangi propaganda Islam yang sedang disiarkan oleh kaum Musli-min. Beliau mengirimkan kepada mereka sepucuk surat .
6. Pandangan Prof. Dr. Akram Dhiyauddin Umari:
Dalam sumber-sumber lama, dokumentasi ini disebut al-Kitab ‘buku’ dan ash-Shahifah ‘bundelan kertas’. Penelitian modern menyebutnya ad-Dustur ‘konstitusi’ atau al-Watsiqah ‘dokumen’.
Para peneliti kontemporer memposisikan dokumen ini sebagai dasar studi-studi mereka tentang reformasi yang dilakukan Rasulullah di Madinah. …
Gaya penulisan dokumen menguatkan keautentikannya. “Paragraf-paragrafnya pendek dan kalimat-kalimatnya simpel. Banyak pengulangan. Kata-kata yang dipakai juga sudah dikenal umum pada masa rasul. Bagi mereka yang tidak mempelajari periode itu secara mendalam akan sedikit kesulitan memahami beberapa kata yang sekarang malah jarang dipakai. Dalam doku-men itu tidak ada perintah atau hujatan terhadap kelompok-kelompok tertentu. Karenanya, kita dapat mengatakan bahwa dokumen tersebut adalah autentik, tidak palsu. Beberapa persa-maan antara gaya dokumen tadi dengan tulisan-tulisan yang didiktekan oleh Rasulullah juga menguatkan keautentikannya.
Pada awalnya, dokumen itu ada dua bagian, tetapi para ahli sejarah menjadikannya satu. Satu bagian berkaitan dengan yahudi, dan yang satu lagi menguraikan komitmen, hak-hak, dan kewa-jiban kaum muslim, baik muhajirin maupun anshar.
Dokumen perjanjian damai dengan Yahudi ditulis sebelum Perang Badar dan dokumen natara muhajirin dan anshar ditulis setelah Badar. Sumber-sumber sejarah menyebutkan bahwa perjanjian damai dengan Yahudi ditandatangani ketika Rasul pertama kali tiba di Madinah.
7. Pandangan Muhammad Husain Haikal:
Inilah dokumen politik yang telah diletakkan Muhammad sejak seribu tiga ratus lima puluh tahun yang lalu dan yang telah mene-tapkan adanya adanya kebebasan beragama, kebebasan menya-takan pendapat; tentang keselamatan harta-benda dan larangan orang melakukan kejahatan. Ia telah membukakan pintu baru dalam kehidupan politik dan peradaban dunia masa itu. Dunia, yang selama ini hanya menjadi permainan tangan tirani, dikuasai oleh kekejaman dan kehancuran semata. Apabila dalam penanda-tanganan dokumen ini orang Yahudi Banu Quraiza, Banu’n-Nadzir dan Banu Qainuqa’ tidak ikut serta, namun tidak selang lama sesudah itu mereka pun mengadakan perjanjian yang serupa dengan Nabi.
8. Pandangan Nurcholis Madjid:
Bunyi naskah Konstitusi [Piagam madinah] itu sangat menarik. Ia memuat pokok-pokok pikiran yang dari sudut tinjauan modern pun mengagumkan. Dalam Konstitusi itulah untuk pertama kalinya dirumuskan ide-ide yang kini menjadi pandangan hidup modern di dunia …
9. Pandangan Ahmad Sukarja:
Hadis tentang shahifah atau Piagam madinah itu dilihat dari sanad banyak jalurnya, yang satu dengan yang lain saling menguatkan. Penulis telah mentakhrij (menelursuri) hadis riwayat Al-Bukhari dari jalur Muhammad, Waki’, al-‘A’masy, Ibrahim at-Taymiyy, Abu Ibrahim, Ali r.a. Juga telah menelusuri sanad hadis yang diriwayatkan Ibn Sallam. Rawi-rawi (orang yang meriwayatkan) hadis-hadis tersebut telad ditelusuri dalam kitab Tahzib al-Tahzib.
10. Pandangan Barakat Ahmad:
The Sahifah sought to provide the basis of positive law. The object of the document was limited to the resolution of conflict without violence. The community thus created is called the ummah. The ummah, is specifically a Qur’anic term. It occurs nine times in the Meccan and forty-seven times in the Medinan sûrahs. It describes the totality of individuals bound to one another, irrespective of their colour, race or social status, by the doctrine of submission to one God.
… The term ummah, therefore, within the context of our discussion is restricted to the sense in which it has been used in the Sahifah i.e. ‘the people of the Sahifah.’
Sahifah itu agaknya ditulis sebagai usaha untuk mendasari hukum positif. Tujuan dokumen itu hanya sebatas penyelesaian konflik tanpa kekerasan. Masyarakat yang dibentuknya pun disebut ummah. Istilah ummah adalah khas Al-Qur’an. Ia muncul sembilan kali dalam surah-surah Makkiah dan empat puluh tujuh kali dalam surah-surah Madaniah. Istilah ini menggambarkan totalitas ikatan individu dengan individu yang lain, tanpa peduli warna kulit, ras atau status sosial, dengan doktrin kepasrahan pada satu Tuhan. …
… Istilah ummah, dengan demikian, dalam konteks diskusi kita hanya sebatas makna yang digunakan dalam Sahifah, yaitu ‘masyarakat Sahifah.
B. Terjemahan Naskah
1. Surat Perjanjian (kitab) ini dibuat oleh Muhammad dalam kedudukan sebagai Nabi; antara para Mu’min, dan kaum Muslimin dari kalangan Quraisy dan Yatsrib serta yang mengikuti mereka dan menyusul mereka dan berjuang bersama-sama mereka; (menyatakan) bahwa mereka adalah satu umat, di luar golongan manusia lain.
2. Kaum Muhajirin dari kalangan Quraisy boleh meneruskan adat kebiasaan baik yang berlaku (‘ala rib’atihim/riba’atihim) di kalangan mereka, (yaitu) bersama-sama menerima atau membayar tebusan darah (yata’aqalun) antara sesama mereka dan mereka menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang beriman.
3. Begitu juga Banu ‘Auf boleh meneruskan adat kebiasaan baik mereka yang berlaku, (yaitu) bersama-sama membayar tebusan darah seperti biasa. Begitu pula setiap golongan harus menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang beriman. (Kemudian disebutnya setiap suku/batn Anshar itu serta keluarga setiap puak; Banul-Harits, Banu Sa’ida, Banu Jusyam, Banu-Najjar, Banu ‘Amr bin ‘Auf dan Banu-Nabit. Selanjutnya disebutkan):
4. Bahwa orang-orang yang beriman tidak boleh membiarkan seseorang yang menanggung beban hidup dan utang yang berat di antara sesama mereka. Mereka harus dibantu dengan cara yang baik dalam membayar tebusan tawanan atau membayar diat.
5. Bahwa seseorang yang beriman tidak boleh mengikat janji (besekutu; bersekongkol) untuk menghadapi mu’min lainnya.
6. Bahwa orang-orang yang beriman alis bertakwa harus melawan orang yang melakukan kejahatan di antara mereka sendiri, atau orang yang suka melakukan perbuatan aniaya, kejahatan, permusuhan atau berbuat kerusakan di antara orang-orang beriman sendiri, dan mereka semua harus sama-sama melawannya walaupun terhadap anak sendiri.
7. Bahwa seseorang yang beriman tidak boleh membunuh sesama mu’min demi membela orang kafir, dan tidak boleh membantu orang kafir untuk melawan mu’mim.
8. Bahwa jaminan Allah itu satu (yaitu): Dia melindungi yang lemah di antara mereka.
9. Bahwa orang-orang beriman itu hendaknya saling tolong-menolong satu sama lain.
10. Bahwa barangsiapa dari kalangan Yahudi yang menjadi pengikut kita, ia berhak mendapat pertolongan dan persamaan; tidak boleh menganiaya atau memusuhi mereka.
11. Bahwa orang-orang beriman bersatu dalam persetujuan damai; tidak dibenarkan seorang mu’min mengadakan perdamaian sendiri dengan meninggalkan mu’min lainnya dalam keadaan perang di jalan Allah. Mereka harus sama dan adil.
12. Bahwa setiap orang yang berperang bersama kita satu sama lain harus saling bergiliran.
13. Bahwa orang-orang beriman itu harus saling membela terhadap sesamanya yang telah tewas di jalan Allah.
14. Bahwa orang-orang yang beriman dan bertakwa hendaknya menempatkan diri dalam pimpinan yang baik dan lurus.
15. Bahwa siapa pun tidak dibolehkan melindungi harta-benda atau jiwa orang Quraisy dan tidak boleh merintangi orang beriman.
16. Bahwa barang siapa membunuh orang beriman yang tidak bersalah dengan cukup bukti, maka ia harus mendapat balasanyang setimpal, kecuali bila keluarga si terbunuh sukarela (menerima tebusan).
17. Bahwa orang-orang yang beriman harus menentangnya semua dan tidak dibenarkan mereka hanya tinggal diam.
18. Bahwa seseorang yang beriman yang telah mengakui isi piagam ini dan beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak dibenarkan menolong pelaku kejahatan atau membelanya, dan bahwa barangsiapa yang menolongnya atau melindunginya, ia akan mendapat kutukan dan murka Allah pada hari kiamat, dan tak ada tebusan yang dapat diterima.
19. Bahwa bila di antara kamu timbul perselisihan tentang sesuatu masalah yang bagaimana pun, maka selesaikan dengan ajaran Allah melalui Muhammad – ‘alaihi-shalatu wa salam.
20. Bahwa orang-orang Yahudi harus mengeluarkan dana bersama orang-orang beriman selama mereka masih dalam keadaan perang.
21. Bahwa orang-orang Yahudi Banu ‘Auf adalah satu umat dengan orang-orang beriman. Orang-orang Yahudi hendaknya berpegang pada agama mereka, dan orang-orang Islam pun hendaknya berpegang pada agama mereka pula, termasuk pengikut-pengikut mereka dan diri mereka sendiri, kecuali orang yang melakukan perbuatan aniaya dan durhaka. Orang semacam ini hanyalah akan menghancurkan dirinya dan keluarganya sendiri.
22. Bahwa terhadap orang-orang Yahudi Banu-Najjar, Yahudi Banul-Ha-rits, Yahudi Banu Sa’ida, Yahudi Banu-Jusyam, Yahudi Banu Aus, Yahudi Banu Tsa’labah, Jafnah dan Banu Syuthaibah, berlaku sama seperti terhadap mereka sendiri.
23. Bahwa tiada seorang dari mereka itu boleh keluar kecuali dengan ijin Muhammad saw.
24. Bahwa seseorang tidak boleh dirintangi menuntut haknya yang diakui; dan barangsiapa yang diserang, ia dan keluarganya harus membela diri, kecuali jika ia menganiaya. Ini merupakan ketentuan Allah.
25. Bahwa orang-orang Yahudi berkewajiban menanggung nafkah mereka sendiri dan kaum Muslimin pun berkewajiban menanggung nafkah mereka sendiri pula. Antara mereka harus ada tolong-menolong dalam menghadapi orang yang hendak menyerang pihak yang mengadakan piagam perjanjian ini.
26. Bahwa mereka sama-sama berkewajiban, saling nasihat-menasihati dan saling berbuat kebaikan dan menjauhi segala perbuatan dosa.
27. Bahwa seseorang tidak dibenarkan melakukan perbuatan salah terhadap sekutunya, dan bahwa yang harus ditolong ialah yang teraniaya.
28. Bahwa orang-orang Yahudi berkewajiban mengeluarkan belanja bersama orang-orang beriman selama masih dalam keadaan perang.
29. Bahwa kota Yatsrib adalah kota yang dihormati bagi orang yang melakukan perjanjian ini (menjadi kota perjanjian).
30. Bahwa tetangga itu seperti diri sendiri, tidak boleh diganggu dan diperlakukan secara jahat.
31. Bahwa suatu tempat yang dihormati tidak boleh didiami orang tanpa ijin penduduknya.
32. Bahwa bila di antara orang-orang yang mengakui perjanjian ini terjadi suatu perselisihan yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan, maka rujukannya adalah ajaran Allah melalui Muhammad saw, dan bahwa Allah mendukung orang yang teguh dan setia memegang perjanjian ini.
33. Bahwa melindungi orang-orang Quraisy (yang kafir) atau menolong mereka tidak dibenarkan.
34. Bahwa antara mereka harus saling membantu melawan orang yang hendak menyerang Yatsrib ini. Tapi bila telah diajak berdamai maka sambutlah ajakan perdamaian itu.
35. Bahwa apabila mereka diajak berdamai, maka orang-orang yang beriman wajib menyambutnya, kecuali kepada orang yang memerangi agama. Bagi setiap orang, dari pihaknya sendiri mempunyai bagiannya masing-masing.
36. Bahwa orang-orang Yahudi Aus, baik diri mereka sendiri atau pengikut-pengikut mereka mempunyai kewajiban seperti mereka yang sudah menyetujui naskah perjanjian ini dengan segala kewajiban sepenuhnya dari mereka yang menyetujui naskah perjanjian ini.
37. Bahwa kebaikan itu tidak sama dengan kejahatan dan bagi orang yang melakukannya hanya akan memikul sendiri akibatnya. Dan bahwa Allah bersama pihak yang benar dan patuh menjalankan isi perjanjian ini.
38. Bahwa orang tidak boleh melanggar isi perjanjian ini, kecuali bila ia orang yang zhalim dan/atau jahat.
39. Bahwa barangsiapa yang keluar atau tinggal dalam kota Madinah ini, keselamatannya tetap terjamin, kecuali orang yang berbuat zhalim dan melakukan kejahatan.
40. Allah pasti melindungi orang yang baik/bertakwa, dan Muhammad adalah Rasul Allah (yang mengemban tugas melaksanakan hukum Allah).
Perbandingan Dengan UUD 1945
Ketetapan-ketetapan perjanjian tersebut oleh para ahli hukum dibuat menjadi 47 pasal yang terangkum dalam Pembukaan, Pembentukan Umat, Hak Asasi Manusia, Persatuan Seagama, Persatuan Segenap Warga Negara, Golongan Minoritas, Tugas Warga Negara, Pertahanan Negara, Pimpinan Negara, Politik Perdamaian, dan Penutup, semua itu adalah mirip apa yang ada pada Pembukaan UUD 1945.
BAGIAN DUA
Zaman Khulafa’ al-Rayidin
1. Sistem Pemerintahan dan Karakteristik Sistem Khilafah
Khilafah, sebagai sebuah istilah politik maupun sistem pemerintahan, sesungguhnya bukanlah sesuatu yang baru. Hanya saja, keterputusan kaum Muslim dengan akar sejarah masa lalu merekalah yang menjadikan Khilafah ‘asing’, bukan hanya dalam konteks sistem pemerintahan mereka, tetapi bahkan dalam kosakata politik mereka. Kalaupun sebagian kalangan Muslim mengakui eksistensi Khilafah dalam sejarah, gambaran mereka tentang Khilafah bias dan beragam. Ada yang menyamakan Khilafah dengan kerajaan. Ada yang menganggap Khilafah sebagai sistem pemerintahan otoriter dan antidemokrasi. Ada yang memandang Khilafah sama dengan sistem pemerintahan teokrasi. Ada juga yang menilai Khilafah sebagai sistem pemerintahan gabungan antara demokrasi dan teokrasi (baca: teodemokrasi).
Ketika dijelaskan bahwa sistem pemerintahan Khilafah bukan monarki (kerajaan), bukan republik, bukan kekaisaran (imperium) dan bukan pula federasi, sebagian kalangan Muslim sendiri malah ada yang menyindir, bahwa kalau begitu, Khilafah adalah sistem pemerintahan yang ‘bukan-bukan’. Sikap demikian wajar belaka mengingat: (1) Umat sudah lama hidup dalam sistem pemerintahan sekular; (2) Pendidikan politik di bangku-bangku akademis/lembaga pendidikan selalu hanya mengenalkan model-model pemerintahan tersebut—monarki, republik, imperium atau federasi—tanpa pernah memasukkan sistem Khilafah sebagai salah satu model pemerintahan di luar model mainstream tersebut; (3) Jauhnya generasi umat Islam saat ini dari akar sejarah masa lalu mereka, termasuk sejarah Kekhilafahan Islam yang amat panjang, lebih dari 13 abad.
Tulisan berikut, meski serba ringkas, ingin mengenalkan apa itu Khilafah. Tidak lain agar kita sedikit-banyak mengenal hakikat Khilafah sebagai sebuah sistem pemerintahan Islam yang khas, yang berbeda dengan semua sistem pemerintahan di dunia saat ini.
Definisi Khilafah
1. Khilafah secara bahasa.
Khilafah menurut makna bahasa merupakan mashdar dari fi’il madhi khalafa, yang berarti: menggantikan atau menempati tempatnya (Munawwir, 1984:390). Khilafah menurut Ibrahim Anis (1972) adalah orang yang datang setelah orang lain lalu menggantikan posisinya (Al-Mu‘jam al-Wasîth, I/251. Lihat juga: Ibn Manzhur, Lisân al-‘Arab, I/882-883)
Jadi, menurut bahasa, khalîfah adalah orang yang mengantikan orang sebelumnya. Jamaknya, khalâ’if atau khulafâ’. Inilah makna firman Allah Swt.:
وَقَالَ مُوسَى لِأَخِيهِ هَارُونَ اخْلُفْنِي فِي قَوْمِي
Berkata Musa kepada saudaranya, Harun, “Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku.” (QS al-A’raf [7]: 142).
Menurut Imam ath-Thabari, makna bahasa inilah yang menjadi alasan mengapa as-sulthan al-a’zham (penguasa besar umat Islam) disebut sebagai khalifah, karena dia menggantikan penguasa sebelumnya, lalu menggantikan posisinya (Ath-Thabari, Tafsir ath-Thabari, I/199).
2. Khilafah menurut syariah.
Kata khilâfah banyak dinyatakan dalam hadis, misalnya:
إنَّ أَوَّلَ دِيْنِكُمْ بَدَأَ نُبُوَّةً وَرَحْمَةً ثُمَّ يَكُوْنُ خِلاَفَةً وَرَحْمَةً ثُمَّ يَكُوْنُ مُلْكاً جَبَرِيَةً
Sesungguhnya (urusan) agama kalian berawal dengan kenabian dan rahmat, lalu akan ada khilafah dan rahmat, kemudian akan ada kekuasaan yang tiranik. (HR al-Bazzar).
Kata khilâfah dalam hadis ini memiliki pengertian: sistem pemerintahan, pewaris pemerintahan kenabian. Ini dikuatkan oleh sabda Rasul saw.:
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُم الأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ
Dulu Bani Israel dipimpin/diurus oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi wafat, nabi lain menggantikannya. Namun, tidak ada nabi setelahku, dan yang akan ada adalah para khalifah, yang berjumlah banyak. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Dalam pengertian syariah, Khilafah digunakan untuk menyebut orang yang menggantikan Nabi saw. dalam kepemimpinan Negara Islam (ad-dawlah al-islamiyah) (Al-Baghdadi, 1995:20). Inilah pengertiannya pada masa awal Islam. Kemudian, dalam perkembangan selanjutnya, istilah Khilafah digunakan untuk menyebut Negara Islam itu sendiri (Al-Khalidi, 1980:226. Lihat juga: Dr. Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu, IX/823).
Banyak sekali definisi tentang Khilafah—atau disebut juga dengan Imamah—yang telah dirumuskan oleh oleh para ulama. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Khilafah adalah kekuasaan umum atas seluruh umat, pelaksanaan urusan-urusan umat, serta pemikulan tugas-tugasnya (Al-Qalqasyandi, Ma’âtsir al-Inâfah fî Ma‘âlim al-Khilâfah, I/8).
2. Imamah (Khilafah) ditetapkan bagi pengganti kenabian dalam penjagaan agama dan pengaturan urusan dunia (Al-Mawardi, Al-Ahkâm as-Sulthâniyah, hlm. 3).
3. Khilafah adalah pengembanan seluruh urusan umat sesuai dengan kehendak pandangan syariah dalam kemaslahatan-kemaslahatan mereka, baik ukhrawiyah maupun duniawiyah, yang kembali pada kemaslahatan ukhrawiyah (Ibn Khladun Al-Muqaddimah, hlm. 166 & 190).
4. Imamah (Khilafah) adalah kepemimpinan yang bersifat menyeluruh sebagai kepemimpinan yang berkaitan dengan urusan khusus dan urusan umum dalam kepentingan-kepentingan agama dan dunia (Al-Juwaini, Ghiyâts al-Umam, hlm. 15).
Dengan demikian, Khilafah (Imamah) dapat didefinisikan sebagai: kepemimpinan umum atas seluruh kaum Muslim di dunia untuk menerapkan hukum-hukum syariah dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Definisi inilah yang lebih tepat. Definisi inilah yang diadopsi oleh Hizbut Tahrir (Lihat: Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm, Qadhi an-Nabhani dan diperluas oleh Syaikh Abdul Qadim Zallum, Hizbut Tahrir, cet. VI [Mu’tamadah]. 2002 M/1422 H).
Khilafah vs Non-Khilafah
Sesungguhnya sistem pemerintahan Islam (Khilafah) berbeda dengan seluruh bentuk pemerintahan yang dikenal di seluruh dunia; baik dari segi asas yang mendasarinya; dari segi pemikiran, pemahaman, maqâyîs (standar), dan hukum-hukumnya untuk mengatur berbagai urusan; dari segi konstitusi dan undang-undangnya yang dilegislasi untuk diimplementasikan dan diterapkan; ataupun dari segi bentuknya yang mencerminkan Daulah Islam sekaligus yang membedakannya dari semua bentuk pemerintahan yang ada di dunia ini.
Dalam buku yang dikeluarkan Hizbut Tahrir berjudul, Azhijah ad-Dawlah al-Khilâfah (Libanon: Beirut, 2005), perbedaan sistem pemerintahan Khilafah dengan non-Khilafah dijelaskan sebagai berikut.
1. Khilafah bukan monarki (kerajaan).
Islam tidak mengakui sistem kerajaan. Hal itu karena dalam sistem kerajaan, seorang anak (putra mahkota) menjadi raja karena pewarisan; umat tidak ada hubungannya dengan pengangkatan raja. Adapun dalam sistem Khilafah tidak ada pewarisan. Baiat dari umatlah yang menjadi metode untuk mengangkat khalifah. Sistem kerajaan juga memberikan keistimewaan dan hak-hak khusus kepada raja yang tidak dimiliki oleh seorang pun dari individu rakyat. Hal itu menjadikan raja berada di atas undang-undang. Raja tetap tidak tersentuh hukum meskipun ia berbuat buruk atau zalim. Sebaliknya, dalam sistem Khilafah, Khalifah tidak diberi keistimewaan yang menjadikannya berada di atas rakyat sebagaimana seorang raja. Khalifah juga tidak diberi hak-hak khusus yang mengistimewakannya—di hadapan pengadi-lan—dari individu-individu umat. Khalifah dipilih dan dibaiat oleh umat untuk menerapkan hukum-hukum syariah atas mereka. Khalifah terikat dengan hukum-hukum syariah dalam seluruh tindakan, kebijakan, keputusan hukum, serta pengaturannya atas urusan-urusan dan kemaslahatan umat.
2. Khilafah bukan kekaisaran (imperium).
Sistem imperium itu sangat jauh dari Islam. Sistem imperium tidak menyamakan pemerintahan di antara suku-suku di wilayah-wilayah dalam imperium. Sistem imperium memberikan keistimewaan kepada pemerin-tahan pusat imperium; baik dalam hal pemerintahan, harta, maupun perekonomian.
Sebaliknya, Islam menyamakan seluruh orang yang diperintah di seluruh wilayah negara. Islam menolak berbagai sentimen primordial (‘ashabiyât al-jinsiyyah Islam tidak menetapkan bagi seorang pun di antara rakyat di hadapan pengadilan—apapun mazhabnya—sejumlah hak istimewa yang tidak diberikan kepada orang lain, meskipun ia seorang Muslim.
Sistem pemerintahan Islam, dengan adanya kesetaraan ini, jelas berbeda dari imperium. Dengan sistem demikian, Islam tidak menjadikan berbagai wilayah kekuasaan dalam negara sebagai wilayah jajahan, bukan sebagai wilayah yang dieksploitasi, dan bukan pula sebagai “tambang” yang dikuras untuk kepentingan pusat saja. Islam menjadikan semua wilayah kekuasaan negara sebagai satu-kesatuan meskipun jaraknya saling berjauhan dan penduduknya berbeda-beda suku. Semua wilayah dianggap sebagai bagian integral dari tubuh negara.
3. Khilafah bukan federasi.
Dalam sistem federasi, wilayah-wilayah negara terpisah satu sama lain dengan memiliki kemerdekaan sendiri, dan mereka dipersatukan dalam masalah pemerintahan (hukum) yang bersifat umum. Sebaliknya, Khilafah berbentuk kesatuan. Keuangan seluruh wilayah (propinsi) dianggap sebagai satu-kesatuan dan APBN-nya juga satu, yang dibelanjakan untuk kemaslahatan seluruh rakyat tanpa memandang propinsinya. Seandainya suatu propinsi pemasukannya tidak mencukupi kebutuhannya, maka propinsi itu dibiayai sesuai dengan kebutuhannya, bukan menurut pemasukannya. Seandainya pemasukan suatu propinsi tidak mencukupi kebutuhannya maka hal itu tidak diperhatikan, tetapi akan dikeluarkan biaya dari APBN sesuai dengan kebutuhan propinsi itu, baik pemasukannya mencukupi kebutuhannya ataupun tidak.
4. Khilafah bukan republik.
Sistem republik pertama kali tumbuh sebagai reaksi praktis terhadap penindasan sistem kerajaan (monarki). Kedaulatan dan kekuasaan dipindahkan kepada rakyat dalam apa yang disebut dengan demokrasi. Rakyatlah yang kemudian membuat undang-undang; yang menetapkan halal dan haram, terpuji dan tercela. Lalu pemerintahan berada di tangan presiden dan para menterinya dalam sistem republik presidentil dan di tangan kabinet dalam sistem republik parlementer.
Adapun dalam Islam, kewenangan untuk melakukan legislasi (menetapkan hukum) tidak di tangan rakyat, tetapi ada pada Allah. Tidak seorang pun selain Allah dibenarkan menentukan halal dan haram. Dalam Islam, menjadikan kewenangan untuk membuat hukum berada di tangan manusia merupakan kejahatan besar. (Lihat: QS at-Taubah [9]: 31).
Sistem pemerintahan Islam bukan sistem demokrasi menurut pengertian hakiki demokrasi ini, baik dari segi bahwa kekuasaan membuat hukum—menetapkan halal dan haram, terpuji dan tercela—ada di tangan rakyat maupun dari segi tidak adanya keterikatan dengan hukum-hukum syariah dengan dalih kebebasan. Ini jelas bertentangan dengan Islam yang menjadikan hak membuat hukum hanya ada pada Allah (QS Yusuf [10]: 40).
Atas dasar ini, sistem pemerintahan Islam (Khilafah) bukan sistem kerajaan, bukan imperium, bukan federasi, bukan republik, dan bukan pula sistem demokrasi sebagaimana yang telah kami jelaskan sebelumnya.
Khilafah: Sisitem Pemerintahan Khas
Sesungguhnya struktur negara Khilafah berbeda dengan struktur semua sistem yang dikenal di dunia saat ini, meski ada kemiripan dalam sebagian penampakannya. Struktur negara Khilafah diambil (ditetapkan) dari struktur negara yang ditegakkan oleh Rasulullah saw. di Madinah setelah beliau hijrah ke Madinah dan mendirikan Negara Islam di sana. Struktur negara Khilafah adalah struktur yang telah dijalani oleh Khulafaur Rasyidin setelah Rasulullah saw. wafat.
Dengan penelitian dan pendalaman terhadap nash-nash yang berkaitan dengan struktur negara itu, jelaslah bahwa struktur negara Khilafah adalah: 1. Khalifah; 2. Para Mu’âwin at-Tafwîdh (Wuzarâ’ at-Tafwîdh); 3. Wuzarâ’ at-Tanfîdz; 4. Para Wali; 5. Amîr al-Jihâd; 6. Keamanan Dalam Negeri; 7.Urusan Luar Negeri; 8. Industri; 9. Peradilan; 10. Mashâlih an-Nâs (Departemen-departemen); 11. Baitul Mal; 12. Lembaga Informasi; 13. Majelis Umat (Syûrâ dan Muhâsabah).
2. Karakteristik Sistem Dinasti
Sistem Dinasti kelanjutan kekuasaan pemerintahan yang dipegang oleh satu garis keturunan (keluarga yang sama).
Wangsa berarti dinasti, atau kelanjutan kekuasaan pemerintahan yang dipegang oleh satu garis keturunan (keluarga yang sama). Dalam sejarah Indonesia banyak kerajaan di bumi nusantara yang rajanya berasal dari satu garis keturunan yang sama, misalnya wangsa Sailendra pada Kerajaan Mataram Kuno, wangsa Bendahara pada Kesultanan Johor dan Kesultanan Riau-Lingga.
Suatu wangsa bisa jadi memerintah di lebih dari satu negara. Dewasa ini Wangsa Windsor bertahta tidak hanya di Britania Raya tetapi juga di negara-negara persemakmuran seperti Kanada, Australia, dan Selandia Baru. Meskipun dikepalai oleh raja-raja dari wangsa yang sama negara-negara seperti ini tidak selalu berbagi satu raja. Misalnya Spanyol dan Prancis pernah diperintah oleh raja-raja dari wangsa Bourbon, namun tetap merupakan kerajaan terpisah dengan raja-raja yang berbeda pula. Di Nusantara ini terjadi pada Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dengan Kasunanan Surakarta yang berasal dari satu wangsa, namun berbeda raja. Hal yang sama terjadi pada Kesultanan Johor dan Kesultanan Riau-Lingga.
Negara yang berhasil mempertahankan dinasti yang sama untuk berabad-abad lamanya adalah Jepang, yang saat ini dipegang di bawah lambang kenegaraan Kaisar dengan urutan-keturunan yang ke 125 (yaitu, Kaisar Akihito yang mulai dinobatkan pada tahun 1989). Kekaisaran Jepang ini sudah berlangsung lebih dari 2500 tahun, karena kekaisaran Jepang dimulai sejak tahun 660 SM dengan kaisar pertamanya yaitu Kaisar Jimmu.
2. Kemajuan Peradaban yang di Bangun Pada masa Khulafa’ al-Rayidun
1. Pada Masa Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq
Pada ini kondisi sosial mayarakat menjadi stabil dan dapat mengamankan tanah Arab dari pembangkang dan penyelewengan seperti orang murtad, para nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat.
Selain itu keadaan kaum muslimin menjadi tenteram, tidak khawatir lagi beribadah kepada Allah. Perkembangan dagang dan hubungan bersama kaum muslim yang berada di luar Madinah keadaannya terkendali dan terjalin dengan baik. Selain itu juga kemajuan yang dicapai adalah : Pembukuan Al-Qur’an
2. Pada Masa Khalifah Umar Ibn Al-Khaththab
Diantara perkembangan yang ada pada masa Khalifah Umar adalah :
1) Pemberlakuan Ijtihad
2) Menghapuskan zakat bagi para muallaf
3) Mengahpuskan hukum mut’ah
4) Lahirnya ilmu Qira’at
5) Penyebaran Ilmu Hadits
6) Menempa mata uang dan
7) menciptakan tahun Hijriah
3. Pada Masa Khalifah Ustman Ibn Affan
Diantara perkembangan yang ada pada masa Khalifah Ustman adalah :
1) Penaskahan Al-Qur’an
2) Perluasan Masjid Nabawi dan Masjidil Haram
3) Didirikannya masjid Al-Atiq di utara benteng babylon
4) Membangun Pengadilan
5) Membnetuk Angkatan Laut
6) Membentuk Departemen:
a) Dewan kemiliteran
b) Baitrul Mall
c) Jawatan Pajak
d) Jawatan Pengadilan
4. Pada Masa Khalifah Ali Ibn Abi Thalib
Diantara perkembangan yang ada pada masa Khalifah Ali adalah :
a. Terciptanya ilmu bahsa/nahwu (Aqidah nahwiyah)
b. Bermkebangnya ilmu Khatt al-Qur’an
c. Berkembangnya Sastra
BAGIAN TIGA
Bani Ummayah
a. Kondisi Sosial Politik
Dalam setiap suksesi kekuasaan memang tidak bisa dipisahkan dari masalah pro dan kontra atau pihak yang puas dan pihak yang tidak puas. Dan, hal itu sangat lumrah terjadi dalam proses suksesi, apalagi dalam konteks demokrasi. Ketika Ali terpilih menjadi Khalifah menggantikan Usman, ada kubu yang juga tidak puas dengan terpilihnya Ali, salah satunya kubu Mu’awiyah yang sangat keras menjadi oposisi bagi kekuasaan Ali. Sejak peristiwa tahkim terjadi, kubu Ali sendiri terbelah menjadi dua kelompok, yaitu syi’ah yang sangat loyal dan militan tehadap Ali, kemudian sempalan dari kelompok Ali, yang menyatakan kekuasaan Ali kafir dan tidak mendukung kelompok Mu’awiyah.
Pada masa-masa awal kekuasaan Mu’awiyah dua kelompok ini tetap menjadi kekuatan yang seringkali memberikan perlawanan terhadap eksistensi kekuasaan Mu’awiyah. Syi’ah dan Khawarij menjadi pembuka konflik politik vis a vis Dinasti Mu’awiyah. Kondisi tersebut pada gilirannya memunculkan sektarianisme yang bertendensi politis di atas mengakibatkan timbulnya perbedaan pendapat dan pertentangan yang sangat dahsyat, bukan saja dalam masalah politik (pemerintahan), tetapi juga dalam masalah keagamaan.
Kemenangan kubu Mu’awiyah merebut kekuasaan umat Islam, tentu saja menjadi pukulan telak bagi kubu Ali (syi’ah) yang telah meyakini Ali sebagai pengganti resmi Rasulullah sejak Rasulullah wafat. Oleh karena itu, kubu Ali pada masa-masa dinasti Mu’awiyah tetap menjadi kelompok penentang kubu Mu’awiyah. Teologi syi’i sangat kuat mengikat komunitas syi’ah untuk tetap berpihak pada Ali dan berseberangan dengan dinasti Mu’awiyah. Mereka tetap yakin bahwa kekuasaan umat Islam hanya menjadi hak Ali dan keturunannya, sehingga membuat mereka tidak percaya terhadap para khalifah (pemimpin umat Islam) dari luar garis keturunan Ali. Kalangan Syi’ah berpendapat bahwa khalifah hanya bisa dipegang oleh keluarga Nabi, dan menurut mereka khalifah menjadi hak Ali dan seluruh keturunan Ali.
Menjadi khalifah berarti memiliki tugas tidak hanya sebagai pemimpin politik kekuasaan, tetapi juga sebagai pemimpin agama. Dalam kontelasi sejarah umt Islam (terutama pada masa-masa khalifah) agama dan politik menjadi sesuatu yang tidak bisa dipisahkan, konflik politik yang terjadi secara otomatis juga menjadi konflik agama yang sangat mengikat.
Bernard Lewis menulis, bahwa :
Di bawah para khalifah, masyarakat Madinah, dimana Nabi memegang kekuasaan, tumbuh hamper satu abad menjadi kerajaan besar, dan Islam menjadi agama dunia. Dalam pengalaman umat Islam yang pertama, sebagaimana terlestarikan dan tercatat untuk generasi-generasi berikutnya, kebenaran agama dan kekuasaan politik menyatu secara kuat : agama membenarkan politik dan politik menopang agama.
Dalam keterkaitan ini, sebenarnya pasca Ali, terjadi tarik ulur antara kubu Ali dengan Mu’awiyah terkait dengan pengganti Ali. Namun demikian, tarik ulur tersebut akhirnya berakhir dengan kontrak kesepakatan antara Hasan dengan Mu’awiyah. Isi tersebu adalah bahwa Hasan akan mundur dari jabatan Khalifah, apabila Mu’wiyah mau melaksanakan beberapa syarat yang diajukan. Antara lain :
1. Agar Mu’awiyah tidak menaruh dendam terhadap siapapun dari pendudukan Irak.
2. Menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan mereka
3. Agar pajak-pajak tanah negeri Ahwaz diperuntukkan kepadanya dan diberikan dalam setipa tahun
4. Agar Mu’awiyah membayar kepada saudaranya, yaitu Husen sebesar 2 juta dirham
5. Pemberian kepada Bani Hashim haruslah lebih banyak dari pemberian kepada Banu Abdi Shams
b. Dinasti : Tren Baru Suksesi Kekuasaan Ala Umayah
Pada masa-masa Awal Mu’awiyah menjadi penguasa kekuasaan masih berjalan secara demokratis, tetapi setelah berjalan dalam beberapa waktu, Mu’awiyah mengubah model pemerintahnya dengan model pemerintahan monarchiheredetis (kerajaan turun temurun).
Perubahan model dan pola pemerintahan tersebut menunjukkan bahwa Mu’awiyah telah memulai mengubah paradigma pemerintahan dari yang demokratis (di zaman itu) menjadi dinastian, yang menempatkan kekuasaan sebagai sesuatu yang mutlak dipegang oleh keluarga besar Mu’awiyah. Ia telah mulai melakukan revolusi suksesi kekuasaan dengan logika yang belum pernah dilakukan oleh para khalifah sebelumnya. Abu Bakar terpilih dengan cara aklamasi, Umar, Ustman dan Ali juga demikian adanya.
Keempat Khalifah tersebut bukan atas dasar dinastian. Sejak Abu Bakar sampai Ali, suksesi kepemimpinan dilaksanakan dengan cara musyawarah untuk menentukan posisi puncak sebagai khalifah. Pada masa khalifah ar-rasyidun tradisi musyawarah benar-benar dilaksanakan dengan baik, sesuai dengan apa yang disebutkan dalam al-Qur’an. Menurut Taqiyuddin Ibnu Taimiyah, bagi seorang waliyul amri, syura merupakan sesuatu yang tidak bisa dinafikan, karena Allah telah memerintahkan kepada Nabi untuk selalu bermusyawarah.
Namun demikian, pada masa Dinasti Umayyah suksesi pemerintahan tidak lagi menempatkan tradisi musyawarah sebagai bagian integral dalam proses suksesi kepemimpinan. Mu’awiyah telah mengubah pola suksei kekhalifahan dengan logika turun temurun, yang dimulai ketika Mu’awiyah mewajibkan kepada seluruh rakyatnya untuk menyatakan kesetiaan kepada Yazid, putera Mu’awiyah.
Perintah ini tentu saja memberikan sinyal awal bahwa kesetiaan terhadap Yazid merupakan bentuk pengokohan terhadap sistem pemerintahan yang turun temurun telah coba dibangun oleh Mu’awiyah. Tidak ada lagi suksesi kepemimpinan berdasarkan asas musyawarah (syuro) dalam menentukan seorang pemimpin baru. Mu’awiyah telah merubah model kekuasaan dengan model kerajaan yang membenarkan regerisasi kekuasaan dengan cara memberikan kepada putera mahkota. Orang-orang yang berada di luar garis keturunan Mu’awiyah, secara substansial tidak memiliki ruang dan kesempatan yang sama untuk memimpin pemerintah Umat Islam, karena system dinasti hanya membenarkan satu kebenaran bahwa suksesi hanya bisa diberikan kepada keturunan dalam dinasti tersebut.
c. Gerakan Oposisi
Perpecahan menjadi beberapa kelompok yang terjadi dalam setiap masa kekuasaan pada masa khalifah, merupakan sesuatu yang lumrah. Setiap kelompok sudah pasti memiliki militansi yang kuat terhadap kelompok mereka masing-masing. Dalam konteks kekuasaan, setiap kelompok yang berkuasa, sudah pasti akan berhadapan dengan kelompok lain sebagai pihak oposisi.
Perubahan konsep suksesi kepemimpinan yang dilakukan oleh Mua’wiyah telah melahirkan penolakan yang kuat dari kubu-kubu yang tidak searah dengan kubu Mu’awiyah. Deklarasi pergantian kekuasaan kepada Yazid oleh Mu’awiyah, selain telah menyalahi kebiasaan kekuasaan para penguasa Arab, tetapi telah melahirkan kekecewaan dari musuh-musuh politik Mu’awiyah, sehingga menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat dan seringkali melahirkan konflik perang antar saudara.
Pada saat Yazid naik tahta menggantikan Mu’awiyah, beberapa tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan kesetiaannya kepada pengganti Mu’awiyah tersebut. Namun demikian, Yazid idak tinggal diam untuk menundukkan masyarakat Madinah, dengan mengirm surat kepada Gubernur Madinah Yazid memerintahkan untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia untuk patuh kepada pemerntahan Yazid. Semua orang menjadi tunduk, kecuali satu tokoh Madinah yang tetap istiqamah menolak Yazid, yaitu Abdullah ibnu Zubair. Bersamaan dengan itu, kaum Syi’ah (kubu Ali) melakukan konsolidasi kembali untuk melakukan perlawanan terhadap kkeuataan Bani Umayah.
Demikianlah, oposisi telah menjadi tumbuh subur dalam melawan kekuasaan Bani Umayah. Mereka berkonsentrasi membangun kekuataan perlawanan di beberapa daerah oleh berepa tokoh : pertama, oposisi yang dipimpin oleh Husen ibnu Ali dan kaum Syi’ah). Husen dan kaum Syi’ah terus membangun kekuatan dan melakukan perlawanan terhadap Bani Umayah. Pada tahun 680 M, ia pindah dari Mekah ke Kufah atas permintaan kaum Syi’ah yang ada di Irak. Masyarakat di tempat ini sama sekali tidak mengakui Yazid, kemudian mereka mengangkat Husen sebagai khalifah. Akhir dari perjalanan Husen sebagai Khalifah adalah pada peperangan Karbela melawan tentara Bani Umayah. Husen terbunuh, kepalanya di penggal dan dikirim ke Damaskus, sementara tubuhnya dikubur di Karbela.
Terbunuhnya Husen tidak mmebuat kaum Syi’ah patah semangat. Mereka terus melakukan perlawanan dan pemberontakan terhadap penguasa Bani Umayah. Gerakan mereka lebih garang dan tersebar ke beberapa tempat. Banyak pemberontakan yang terjadi dimotori oleh kaum Syi’ah, salah satunya pemberontakan yang dilakukan oleh Mukhtar di Kufah pada 685-687 M. Pemberontakan ini banyak mendapatkan dukungan dari kaum mawali, yaitu umat Islam yang bukan Arab, mereka berasal dari Persia dan Armenia dan lain-lain yang oleh Bani Umayah dianggap sebagai warga Negara kelas dua.
Kedua, Abdullah ibnu Zubair, ia membina kelompok oposisinya di Mekah, sejak menolah patuh terhadap Yazid, tetapi ia baru menyatakan diri sebagai khalifah dengan terbuka setelah Husen terbunuh. Tentara Yazid terus berupaya memadamkan pemberontakan yang dipelopori Abdullah ibnu Zubair, sehingga timbullah peperangan yang berhasil menewaskan Yazid dan membuat tentra Yazid kembali ke Damaskus. Gerakan oposisi Abdullah ibnu Zubair baru bisa dihancurkan pada masa Abd. Malik.
d. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Sastra-Seni
Dinasti Umayah berlangsung selama 90 tahun lamanya dengan beberapa 19 khalifah. Dalam rentang waktu yang sangat panjang tersebut, tentu saja sudah banyak yang dilakukan oleh dinasti Umayah dalam memajukan Islam, terutama di sektor pengembangan ilmu pengetahuan. Seperti pada masa-masa khalifah sebelumnya, masa Bani Umayah, akal dan ilmu juga berjalan seperti pada masa itu, walaupun ada beberapa kemajuan yang berhasil dilakukan oleh dinasti Umayah, karena pada waktu telah mulai dirintis jalan ilmu naqli ; berupa filsafat dan eksakta.
Pada masa Dinasti Umayah, ilmu pengetahun berkembang dalam tiga bidang, yaitu bidang diniyah, tarikh, dan filsafat. Yuhana al-Dimaski, tokoh filsafat beragama Nashrani yang terkenal dalam agama Kristen. Kota-kota yang menjadi pusat ilmu pengetahuan selama pemerintahan dinasti Umayah, antara lain kota Kairawan, Kordoba, Granda dan lain sebagainya.
Pada masa Umayah, ilmu pengetahuan terbagi menjadi dua macam, yaitu : pertama, Al-Adaabul Hadits (ilmu-ilmu baru), yang meliputi : Al-ulumul Islamiyah (ilmu al-Qur’an, Hadist, Fiqh, al-Ulumul Lisaniyah, At-Tarikh dan al-Jughrafi), Al-Ulumul Dkhiliyah (ilmu yang diperlukan untuk kemajuan Islam), yang meliputi : ilmu thib, filsafat, ilmu pasti, dan ilmu eksakta lainnya yang disalin dari Persia dan Romawi ; Al-Adaabul Qadamah (ilmu lama), yaitu ilmu yang telah ada pasa zaman Jahiliyah dan ilmu di zaman khalifah yang empat, seperti ilmu lughah, syair, khitabah dan amtsal.
Selain itu, kekuasaan ini juga melakukan banyak hal, baik prestasi dalam negeri maupun luar negeri. Prestasi luar negeri misalnya, pad masa Dinasti Umayah, gerakan pelebaran sayap kekuasaan terus dilakukan, terutama pada Mu’awiyah. Ia sangat gencar melakukan ekspansi, setelah sempat tertunda pada Usman dan Ali, akibat konflik politik internal. Pada masa Mu’awiyah bahkan telah mulai mampu menciptakn bebarapa hal yang sanga berarti, terutama menyangkut melindungi keselamatan Mu’awiyah, antara lain yaitu : Pertama, Mu’awiyah memerintahkan agar para prajurit mengangkat senjata tembok apabila mereka berada di hadapannya. Kedua, Mu’awiyah merupakan khalifah yang mula-mula menyuruh agar dibuatkan ”anjung” dalam masjid tempat is sembahyang. Ia sangat khwatir akan keselamatan dirinya, karena khalifah Umar dan Ali, terbunuh ketika sedang melaksanakan shalat.
Kemudian, masa-masa kejayaan daulaha Umayah mencapai puncaknya pada masa Al-Walid ibn Abdul Malik (705-715. Masa ini merupakan masa-masa kejayaan kekuasaan Bani Umayah, karena ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam benar-benar mendapatkan kebahagiaan. Pada masa ini, perluasaan wilayah kekuasaan dari Afrika menuju wilayah Barat daya, benua Eropa, bahkan perluasaan ini juga sampai ke Andalusia (Spanyol) di bawah kepemimpinan panglima Thariq bin Ziad, yang berhasil menaklukkan Kordova, Granada, dan Toledo.
Selain gerakan luar negeri, dinasti Umayah juga banyak melakukan karya-karya yang sangat berarti, misalnya Mu’awiyah sudah merancang pola pengiriman surat (post), kemudian dimatangkan lagi pada masa Malik bin Marwan. Proyek al-Barid (pos) ini, semakin ditata dengan baik, sehingga menjadi alat pengiriman yang baik pada waktu itu. Bahkan pada masa, Sulaiman ibn Malik, telah dibangun pembangunan mega raksasa yang terkenal dengan Jami’ul Umawi.
Bahkan pada masa Daulah Umayah, gerakan sastra dan seni juga sempatmuncul dan berkembang, yaitu pada masa khalifah Abdul Malik, setelah al-Hujjaj berhasil menundukkan ibnu Zubair di Hijaz. Di negeri itu telah muncul generasi baru yang bergerak di bidang sastra dan seni. Pada masa itu muncul tokoh Umar ibnu Abi Rabi’ah, seorang penyair yang sangat mashur, dan muncul perkumpulan penyanyi dan ahli musik, seperti Thuwais dan Ibnu Suraih serta al-Gharidl.
e. Gerakan Penerjemahan dan Arabisasi
Selain itu, gerakan penerjemahan ke dalam bahasa Arab (Arabisasi buku), juga dilakukan, terutama pada masa khalifah Marwan. Pada saat itu, ia memerintahkan penerjemahan sebuah buku kedokteran karya Aaron, seorang dokter dari iskandariyah, ke dalam bahasa Siriani, kemudian diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Arab. Demikian pula, Khalifah memerintahkan menerjemahkan buku dongeng dalam bahasa sansakerta yang dikenal dengan Kalilah wa Dimnah, karya Bidpai. Buku ini diterjemahkan oleh Abdullah ibnu Al-Muqaffa. Ia juga telah banyak menerjemahkan banyak buku lain, seperti filsafat dan logika, termasuk karya Aristoteles :Categoris, Hermeneutica, Analityca Posterior serta karya Porphyrius :Isagoge.
Demikian juga, pada masa dinasti Umayah, sudah mulai dirancang tentang undang-undang yang bersumber dari al-Qur’an, sehingga menuntut masyarakat mempelajari tentang tafsir al-Qur’an. Salah seorang ahli tafsir pertama dan termashur pada masa tersebut adalah Ibnu Abbas. Pada waktu itu beliau telah menafsirkan al-Qur’an dengan riwayat dan isnad, kemudian kesulitan-kesulitan dalam mengartikan al-Qur’an dicari dalam al-hadist, yang pada gilirannya melahirkan ilmu hadist.
Pada saat itulah kitab tentang ilmu hadist sudah mulai dikarang oleh para ulama muslim. Beberapa ulama hadist yang terkenal pada masa itu, antara lain : Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidilah bin Abdullah bin Syihab az-Zuhri, Ibnu Abi Malikah (Abdullah bin Abi Malikah at-Tayammami al-Makky, Al-Auza’i Abdurrahman bin Amr, Hasan Basri as-Sya’bi.
Dalam bidang hadist ini, Umar bin Abd Aziz secara khusus memerintahkan Ibn Syihab az-Zuhri untuk mengumpulkan hadist. Oeh karena itu, Ibnu Syihab telah dianggap sanat berjasa dalam menyebarkan hadist hingga menembus berbagai zaman. Sejak saat itulah perkembangan kitab-kitab hadist mulai dilakukan.
Gerakan Arabisasi juga bukan hanya dilakukan pada penerjamahan, tetapi juga dalam konteks kebijakan pemerintahan. Pada masa Abd. Malik (685-705 M) mulai diperkenalkan bahasa Arab untuk tujuan-tujuan administrasi, mata uang gaya baru dipetkenalkan, dan hal ini memiliki arti yang sangat penting, karena mata uang merupakan symbol kekuasaan dan identitas. Sebab, mata uang baru inipun dicetak dengan menggunakan kata-kata semata, memproklmasikan dengan bahasa Arab keesaan Tuhan dan kebenaran agama Islam.
PERKEMBANGAN ISLAM DAN KEJAYAAN PERADABANNYA PADA MASA KERAJAAN BANI ABBASIYAH
A. Perkembangan Islam Pada Masa Kerajaan Bani Abbasiyah
1. Peta Daerah Perkembangan Islam Pada masa Bani Abbasiyah
Daulah Bani Abbasiyah merupakan kelanjutan dari Daulah Bani Umayyah yang talah hancur. Pada masa kekuasaan Bani Abbasiyah ini wilayah yang telah dikuasai umat islam sudah sangat luas, yaitu mencangkup seluruh wilayah bekas Bani Umayyah yang antara lain Saudi Arabia, Yaman Utara, Yaman Selatan, Oman, Uni Amirat Arab Kuwait Iran, Irak, Yordania Palestina, Libanon, Mesir, Libia, Tunsiah, Aljazair, Maroko, Spanyol,Afganistan dan Pakistan. Baru pada masa Abbasiyahlah daerah-daerah tersebut sepenuhnya dapat ditaklukkan dan menjd wilyah kekuasaan islam.
Sepanjang sejarah Islam hanya Dinasti Abbasiyahlah yang mendapat julukan masa keemasan Islam. Kerena Dinasti ini dapat menajukan dan menumbuhkan perkembangan peradaban islam hingga mencapai puncaknya. Kemajuan ini antara lain disebabkan oleh sikap dan kebijaksanaan para penguasanya serta lebih terbuka dan demokratis dalam mengatasi berbgai persoalan termasuk dalam sikap politiknya.
Diantara kebijakan politik Dinasti Abbasiyah adalah sbb:
1. Para Khalifah hrs tetap keturunan Arab yang sedarh dengan mereka sedangkan para menteri, gubernur, panglima dan pegawai kerajaan dapat diangkat dr bangsa manapun.
2. Baghdad dipilih sbg ibu kota negara, sehingga segala kegiatan pemerintahan yang ada hub. Dengan kegiatan lain sprt kegiatan POLEKBUD dsb ditempatkan dikota tersebut.
3. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang amat berharga, sehingga pemerintah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada ilmuan utk mengamalkan ilmunya.
4. Rakyat diberi kebebasan berpendapat, dan mereka dihargai dan dihormati hak asasinya sehingga mrk dpt mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimlki
5. Para menteri dan gubernur diberikan hak penuh dlm menjlnkan tugas pemerintahan sehingga mrk dpt dengan leluasa mengembangkan peradaban Islam.
6. Masyarakat(warga ngr)disusun atas dua klmp, yaitu ada kelompok umum dan ada kelompok khusus. Klmp umum terdiri dr ulama, seniman, pujangga, saudagar, pengusaha, petani dan kaum buruh. Klmp khusus terdiri dr para khalifa, klga istana, pembesar negara, bangsawan, dan pegawai pemerintah.
2. Hubungan Dengan Kerajaan-kerajaan diluar wilayah Islam
Wilayah kekuasaan Islam menyebar luas dari barat ke timur. Di bagian barat terdapat kerajaan besar di andalusia yang dipimpin oleh Abdurrahman Ad- Dakhil, dibagian timur kerajaan bani Abbasiyah yang pengaruhnya membentang hingga ke Persia, Arabia, Hindia, Afrika, ngr asia, Yunani, bahkan sampai ke Eropa Timur.Begitu luasnya wilayah kerajaan Islam saat itu sehingga negara Islam menjadi Negara Super Power.
Disamping itu negara-negara diluar islam pun sedang tumbuh dan berkambang akibatnya ketika abbasiyah dibwh khalifah Abu Ja`fer Al Mansyur maka kaisar Byzamtium menyerang wil Islam di Syiria. Dan ketika dinasti abbasiyah dibawah khalifah Al Mahdi (163 H ) kaisar Byzamtium kembali melakukan penyerangan. Al Mahdi segera menugaskan Harun Al Rasyid dan dibantu oleh jendral Kalid Al Barmaky untuk menumpas hbs serangan musuh, bahkan melanjudkan serangannya ke selat Bosporus (165H) dan memaksa Ratu Irene utk mmbayar Upeti 90 Dinar/thn. Sepeninggalan Khalifa Al Mahdi kekhalifaan dipegang oleh putranya Harua Al Rasyit (170- 193H)
B. Kejayaan Peradaban Islam dan Pengaruhnya terhadap Peradaban Barat
1. Sebab-sebab kejayaan peradaban Islam
Secara umum yang menjadi sebab bg kejayaan peradaban islam, yakni :
a. faktor internal yakni faktor penyebab yang berasal dr ajaran Islam yang ajarannya bersumber dr Al Qur`an dan Hadist yang memberikan motifasi yang luar biasa bg umatnya utk mengembangkan dan memajukan peradabannya
b. faktor eksternal/faktor yang berasal dr luar Islam.fator-faktor eksternal dpt dibg menjd 4 bagian yaitu :
– Semangat Islam
– Perkembangan organisasi Negara
– Perkembangan ilmu pengetahuan, dan
– Perluasan wilayah kekuasaan Islam
Wilayah kekuasaan Islam terbentang luas yakni
1. di sebelah timur, mulai dr Hindia sampai perbatasan Tiangkok, Cina
2. di sebelah barat, mulai dr Afrika Utara sampai ke Spanyol
3. di sebelah utara, mulai dr Pulau-pulau Cyprus di Rodhes hingga kenegeri- negeri yang ada di sepanjang laut kasfia, dan
4. di sebelah selatan, sampai kelaut Hindia.
2. Bentuk-bentuk peradaban Islam dan tokoh-tokohnya
Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti Islam yang sempat membawa kejayaan umat Islam. Zaman keemasan Islam dicapai pada masa ini tampak dari beberapa bentuk peradapan sbb:
a. Kota-kota pusat peradapan Islam
Dua kota pusat peradapan pada masa dinasti Abbasiyah adalah
kota Baghdad dan Samarra. Kota Baghdad yang terletak di tepi sungai Tigris ini disamping mjd ibu kota negara, juga mjd pusat pendidikan.
Baghdad dibangun dengan megah oleh Abu Ja’far Al Mansyur.. Kota ini mencapai zaman keemasaan yang memancarkan sinar kebudayaan dan peradapan Islam ke penjuru dunia pd masa khalifah Harun Al-Rasyid dan anaknya Al-makmum.
Kota Samarra terletak disebelah timur sungai Tigris disinilah terdapat 17 istana indah yang menjadi contoh seni bangunan Islam
b.Bangunan-bangunan sarana pendidikan dan peribadatan
Bagunan yang terkenal indah dan megah saat itu diantaranya:madrasah, masjid, istana, perpustakaan (darul hikmah), Tempat menyelenggarakan seminar dan mengkaji ilmu (Majlis Munadharah) dan tempat belajar siswa sekolah dasar dan menengah ( kuttab)
c. Penemuan hasil riset dan tokohnya
1) filsafat
Tokoh filsafat pada masa dinasti Abbasiyah diantaranya:
a) Abu Iskhak Al Kindi (194-260H/809-873M)
b) Abu Nashr Al Faraby (390H/961M)
c) Ibnu Sina(370-428 H/ 1058-1101 M) selain menguasai filsafat ia juga menguasai ilmu kedokteran dan sosiologi.
d) Al Ghazali (450-505 H/ 1058-1101 M)
Beliau dijuluki Hujjatul Islam, karya beliau yang terkenal diantaranya:Al Munqidz Minadlalal, tahafutul falasifah, Mizanul Amal, Ihya Ulumuddin, Mahkun Nazar, Miyazul Ilmi, dan Muqashidul Falasifah.
e) Ibnu rusyid (520-595 H)
f) Ibnu Bajah, dan
g) Ibnu Thufail
2) Ilmu Kedokteran
Pada dinasti Abbasiyah banyak didirikan sekolah tinggi kedokteran seperti :
a) Sekolah Tinggi Kedokteran di Yunde Shafur (Iran)
b) Sekolah Tinggi Kedokteran di Harran Syiria
c) Sekolah Tinggi Kedokteran di Baghdad
Adapun para dokter yang terkenal saat itu diantaranya:
* Abu Zakaria Yuhana bin Miskawaih sbg ahli farmasi
* Hunain bin Ishak sb ahli penyakit mata
* Abu Zakaria Ar-Razy sbg direktur rumah sakit di Baghdad dan ahli penyakit campak dan cacar
*Sahur bin Sahal sbg direku RS di Yunde
3) Imu MAtematika, ahli dibidang ini antara lain:
a) Umar Al Farukhan seoarang insinyur dan arsitek
b) Al-Khawarizmi pakar matematika yang menyusun buku Al- Gebra (aljabar) dan penemu angka 0 dalam perhitungan.
4) Ilmu Farmasi dan kimia
Ahli farmasi yang terkenal adalah Ibnu Baithar, ia juga mengarang buku diantaranay Al Mughni (memuat ttg obat- obatan) dan Jami’al Mufradat Al Adawiyah wal Aghziyah (memuat ttg obat dan gizi)
5) Ilmu Astronomi/perbintangan
Pada masa ini banyak didirikan observatorium. Adapun Para ahli astronomi yang terkenal adalah :
a) Al Battani atau Al Batagnius
b) Al Fazzari seorang pencipta atrolobe yakni pengukur tinggi dan jarak bintang
c) Abdul Wafak orang ketiga yang menemukan jalan kebulan.
d) Rayhan Al bairuny seorang astronot yang wafat th 440H
e) Abu Mansyur Al Falaky ahli ilmu falak
6) Ilmu tafsir
Pada masa ini banyak mufassir yang kenamaan diantaranya:Ibnu Jarir Al-Thabari, Ibnu Al Athiyah Al Andalusi, Muqabatil bin Sulaiman, dan Abu Bakar Asam.
7) Ilmu Hadist, para ahli hadist yang terkenal di masa itu:
a) Imam Abu Muslim bin Al Hajjaj Al Qushairy Al Naisyaburi seorang penulis hadis sahih Muslim
b) Imam Abu Abdullah Muhammad bin Abi Al Hasan Al Bukhari soerang penulis hadist Sahih Bukhari
c) Ibnu Majah seorang penulis hadist sahih Sunan Ibnu Majah *Abu Daud menulis kitab Sunan Abu Daud
d) An-nasai menulis kitab Sunan An-Nasai
8) Ilmu Kalam
Aliran ilmu kalam yang muncul ketika itu adalah Jabbariyah, Qadariyah, Mu’tazilah, dan Asyi’ariyah.para pelopornya adalah Jahm bin Shofwan, Ghilan Al Dimasyqi, washil bin Atha, dan Al-Asy’ari.
9) Ilmu Bahasa
Ilmu bahasa yang berkembang adalah: ilmu Nahwu, Sharaf, Bayan, Bade’, dan Arudl.
BAGIAN EMPAT
Turki Usmani Dan Mughal
a. Turki Usmani
Setelah Usman mengumumkan dirinya sebagai Padisyah al Usman (raja besar keluarga Usman), setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Ia menyerang daerah perbatasan Byzantium dan menaklukkan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian pada tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan.
Pada masa pemerintahan Orkhan (1326-1359 M), kerajaan Turki Usmani ini dapat menaklukkan Azmir (1327 M), Thawasyanli (1330 M), Uskandar (1338 M), Ankara (1354 M) dan Gallipoli (1356 M). Daerah-daerah itulah yang pertama kali diduduki kerajaan Usmani,ketika Murad I, pengganti Orkhan berkuasa (1359-1389 M). Selain memantapkan keamanan dalam negeri, ia melakukan perluasan daerah ke benua Eropa. Ia dapat menaklukkan Adnanopel yang kemudian dijadikan ibukota kerajaan yang baru. Mrerasa cemas terhadap ekspansi kerajaan ke Eropa, Paus mengobarkan semangat perang. Sejumlah besar pasukan sekutu Eropa disiapkan untuk memukul mundur Turki Usmani, namun Sultan Bayazid I (1389-1403 M), dapat menghancurkan pasukan sekutu K RISTEN Eropa tersebut.
Ekspansi Bayazid I sempat berhenti karena adanya tekanan dan serangan dari pasukan Timur Lenk ke Asia kecil. Pertempuran hebat terjadi antara tahun 1402 M dan pasukan Turki mengalami kekalahan. Bayazid I dan putranya ditawan kemudian meninggal pada tahun 1403 M (Ali, 1991:183). Kekalahan tersebut membawa dampak yang buruk bagi Kerajaan Usmani yaitu banyaknya penguasa-penguasa Seljuk di Asia kecil yang melepaskan diri. Begitu pula dengan Bulgaria dan Serbia, tetapi hal itu dapat diatasi oleh Sultan Muhammad I (1403-1421 M). Usaha beliau yang pertama yaitu meletakkan dasardasar keamanan dan perbaikan-perbaikan dalam negeri. Usaha beliau kemudian diteruskan oleh Sultan Murad II (1421-1451).
Turki Usmani mengalami kemajuannya pada masa Sultan Muhammad II (1451-1484 M) atau Muhammad Al-Fatah. Beliau mengalahkan Bizantium dan menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453 M yang merupakan kekuatan terakhir Imperium Romawi Timur.
Pada masa Sultan Salim I (1512-1520 M), ekspansi dialihkan ke Timur, Persia, Syiria dan Mesir berhasil ditaklukkannya. Ekspansi tersebut dilanjutkan oleh putranya Sulaiman I (1520-1526 M) dan berhasil menaklukkam Irak, Belgaro,kepulauan Rhodes, Tunis dan Yaman. Masa beliau merupakan puncak keemasan dari kerajaan Turki Usmani, karena dibawah pemerintahannya berhasil menyatukan wilayah yang meliputi Afrika Utara, Mesir, Hijaz, Irak, Armenia, Asia Kecil, Krimea, Balkan, Yunani, Bulgaria, Bosnia, Hongaria, Rumania sampai batas sungai Danube dengan tiga lautan, yaitu laut Merah, laut Tengah dan laut Hitam (Ambari, 1993:211).
Usmani yang berhasil menaklukkan Mesir tetap melestarikan beberapa system kemasyarakatan yang ada sekalipun dengan beberapa modifikasi. Usmani menyusun kembali sistem pemerintahan yang memusat dan mengangkat beberapa Gubernur militer dan pejabat-pejabat keuangan untuk mengamankan pengumpulan pajak dan penyetoran surplus pendapatan ke Istambul. Peranan utama pemerintahan Usmani adalah menentramkan negeri ini, melindungi pertanian, irigasi dan perdagangan sehingga mengamankan arus perputaran pendapatan pajak. Dalam rentangan abad pertama dan abad pertengahan dari pereode pemerintahan Usmani, sistem irigasi di Mesir diperbaiki, kegiatan pertanian meningkat dengan pesat dan kegiatan perdagangan dikembangkan melalui pembukaan kembali beberapa jalur perdagangan antara India dan Mesir (Lapidus, 1999:553).
Demikianlah perkembangan dalam kerajaan Turki Usmani yang selalu berganti penguasa dalam mempertahankan kerajaannya. Diantara mereka (para penguasa) memimpin dengan tegasnya atas tinggalan dari nenek moyang agar jangan sampai jatuh ke tangan negeri / penguasa lain selain Turki Usmani. Hal ini terbukti dengan adanya para pemimpin yang saling melengnkapi dalam memimpin perjuangannya menuju kejayaan dengan meraih semua yang membawa kemajuan dalam kehidupan masyarakat
C. Kemajuan-Kemajuan Turki Usmani
Akibat kegigihan dan ketangguhan yang dimiliki oleh para pemimpin dalam mempertahankan Turki Usmani membawa dampak yang baik sehingga kemajuankemajuan dalam perkembangan wilayah Turki Usmani dapat di raihnya dengan cepat. Dengan cara atau taktik yang dimainkan oleh beberapa penguasa Turki seperi Sultan Muhammad yang mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negerinya yang kemudian diteruskan oleh Murad II (1421-1451M) (Yatim, 2003:133-134). Sehingga Turki Usmani mencapai puncak kejayaan pada masa Muhammad II (1451- 1484 M). Usaha ini di tindak lanjuti oleh raja-raja berikutnya, sehingga dikembangkan oleh Sultan Sulaiman al-Qonuni. Ia tidak mengarahkan ekspansinya kesalah satu arah timur dan Barat, tetapi seluruh wilayah yang berada disekitar Turki Usmani itu, sehingga Sulaiman berhasil menguasai wilayah Asia kecil. Kemajuan dan perkembangan wilayah kerajaan Usmani yang luas berlangsung dengan cepat dan diikuti oleh kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan lain yang penting, diantaranya :
1. Bidang Kemiliteran dan Pemerintahan
Untuk pertama kalinya Kerajaan Usmani mulai mengorganisasi taktik, strategi tempur dan kekuatan militer dengan baik dan teratur. Sejak kepemimpinan Ertoghul sampai Orkhan adalah masa pembentukan kekuatan militer. Perang dengan Bizantium merupakan awal didirikannya pusat pendidikan dan pelatihan militer, sehingga terbentuklah kesatuan militer yang disebut dengan Jenissari atau Inkisyariah . Selain itu kerajaan Usmani membuat struktur pemerintahan dengan kekuasaan tertinggi di tangan Sultan yang dibantu oleh Perdana Menteri yang membawahi Gubernur. Gubernur mengepalai daerah tingakat I. Di bawahnya terdapat beberapa bupati. Untuk mengatur urusan pemerintahan negara, di masa Sultan Sulaiman I dibuatlah UU yang diberi nama Multaqa Al-Abhur , yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Usmani sampai datangnya reformasi pada abad ke-19. Karena jasanya ini, di ujung namanya di
tambah gelar al-Qanuni (Hitti, 1970:713-714).
2. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya
Kebudayaan Turki Usmani merupakan perpaduan bermacam-macam kebudayaan diantaranya adalah kebudayaan Persia, Bizantium dan Arab. Dari kebudayaan Persia mereka banyak mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tata krama dalam istana rajaraja. Organisasi pemerintahan dan kemiliteran banyak diserap dari Bizantium. Dan ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi, sosial dan kemasyarakatan, keilmuan dan huruf diambil dari Arab (Toprak, 1981:60). Dalam bidang Ilmu Pengetahuan di Turki Usmani tidak begitu menonjol karena mereka lebih memfokuskan pada kegiatan militernya, sehingga dalam khasanah Intelektual Islam tidak ada Ilmuan yang terkemuka dari Turki Usmani .
3. Bidang Keagamaan
Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam lapangan sosial dan politik. Masyarakat di golongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Oleh karena itru, ajaran ajaran thorikot berkembang dan juga mengalami kemajuan di Turki Usmani. Para Mufti menjadi pejabat tertinggi dalam urusan agama dan beliau mempunyai wewenang dalam memberi fatwa resmi terhadap problem keagamaan yang terjadi dalam masyarakat.
Kemajuan-kemajuan yang diperoleh kerajaan Turki Usmani tersebut tidak terlepas daripada kelebihan-kelebihan yang dimilikinya, antara lain:
1. Mereka adalah bangsa yang penuh semangat, berjiwa besar dan giat.
2. Mereka memiliki kekuatan militer yang besar.
3. Mereka menghuni tempat yang sangat strategis, yaitu Constantinopel yang berada pada tititk temu antara Asia dan Eropa (Al Nadwi, 1987:244).
Disamping itu keberanian, ketangguhan dan kepandaian taktik yang dilakukan olah para penguasa Turki Usmani sangatlah baik, serta terjalinnya hubungan yang baik dengan rakyat kecil, sehingga hal ini pun juga mendukung dalam memajukan dan mempertahankan kerajaan Turki Usmani.
D. Turki Pasca Sulaiman al-Qanuni
Masa pemerintahan Sulaiman I (1520-1566 M) merupakan puncak kejayaan daripada kerajaan Turki Usmani. Beliau terkenal dengan sebutan Sulaiman Agung atau Sulaiman Al-Qonuni. Akan tetapi setelah beliau wafat sedikit demi sedikit Turki Usmani mengalami kemunduran. Setelah Sulaiman meninggal Dunia, terjadilah perebutan kekuasaan antara putera-puteranya, yang nenyebabkan kerajaan Turki Usmani mundur akan tetapi meskipun terus mengalami kemunduran kerajaan ini untuk masa beberapa abad masih dipandang sebagai militer yang tangguh. Kerajaan ini memang masih bertahan lima abad lagi setelah sepeninggalnya Sultan Sulaiman 1566 M (Yatim, 2003:135).
Sultan Sulaiman di ganti Salim II. Pada masa pemerintahan Salim II (1566-1573 M), pasukan laut Usmani mengalami kekalahan atas serangan gabungan tentara Spanyol, Bandulia, Sri Paus dan sebagian armada pendeta Malta yang dipimpin Don Juan dari Spanyol. Kekalahan ini menyebabkan Tunisia dapat direbut musuh. Tetapi pada tahun 1575 M, Tunisia dapat direbut kembali oleh Sultan Murad III (1574-1595 M). Pada masa pemerintahannya, keadaan dalam negeri mengalami kekacauan. Hal itu disebabkan karena ia mempunyai kepribadian yang buruk. Keadaan itu semakin kacau setelah naiknya Sultan Muhammad III (1595-1603 M), Sultan Ahmad I (1603-1671 M) dan Musthofa I (1617-1622 M), akhirnya Syeikh Al-Islam mengeluarkan fatwa agar Musthofa I turun dari jabatannya dan diganti oleh Usman II (1618-1622 M).
Pada masa pemerintahan Sultan Murad IV (1623-1640 M), mulai mengadakan perbaikan-perbaikan, tetapi sebelum ia berhasil secara keseluruhan, masa pemerintahannya berakhir. Kemudian pemerintahan dipegang oleh Ibrahim (1640-1648 M),yang pada masanya orang-orang Venesia melakukan peperangan laut dan berhasil mengusir orang Turki Usmani di Cyprus dan Creta pada tahun 1645 M. Pada tahun 1663 M pasukan Usmani menderita kekalahan dalam penyerbuan ke Hungaria. Dan juga pada tahun 1676 M dalam pertempuran di Mohakes, Hungaria. Turki Usmani dipaksa menandatangani perjanjian Karlowitz pada tahun 1699 M yang berisi pernyataan penyerahan seluruh wilayah Hungaria, sebagian besar Slovenia dan Croasia kepada Hapsburg. Dan penyerahan Hermeniet, Padalia, Ukraenia, More dan sebagian Dalmatia kepada penguasa Venesia.
Pada tahun 1770 M pasukan Rusia mengalahkan armada Usmani di sepanjang pantai Asia Kecil. Namun kemenangan ini dapat direbut kembali oleh Sultan Musthofa III (1757- 1774 M). Dan pada tahun 1774 M, penguasa Usmani Abddul Hamid (1774-1789 M) terpaksa menandatangani kinerja dengan Catherine II dari Rusia yang berisi penyerahan benteng-benteng pertahanan di Laut Hitam kepada Rusia dan pengakuan kemerdekaan atas Crimea (Ali, 1993:191).
Pemerintahan Turki, masa pasca Sulaiman banyak terjadi kekacauan-kekacauan yang menyebabkan kemunduran dalam mempertahankan Turki Usmani (kerajaan Usmani). Hal ini dikarenakan benyaknya berganti pemimpin atau penguasa yang hanya meperebutkan jabatan tanpa memikirkan langkah-langkah selanjutnya yang lebih terarah pada tegaknya kerajaan Usmani. Sifat dari pada para pemimpin juga mempengaruhi keadaan kerajaan Usmani, seperti halnya sifat jelek yang dilakukan Sultan Murad III (1574-1595 M) yakni yang selalu menuruti hawa nafsunya sehingga kehidupan moral Sultan Murad yang jelek itu menyebabkan timbulnya kekacauan dalam negeri Usmani itu sendiri.
Banyaknya kemunduran yang dirasakan selama kurang lebih dua abad ditinggal Sultan Sulaiman. Tidak ada tanda-tanda membaik sampai setengah pertama dari abad ke -19 M. Oleh karena itu, satu persatu negara-negara di Eropa yang pernah dikuasai kerajaan Usmani ini memerdekakan diri. Bukan hanya negeri-negeri di Eropa yang memang sedang mengalami kemajuan memberonak terhadap kerajaan-kerajaan Usmani, tetapi juga beberapa didaerah timur tengah mencoba bangkit memberontak. Dari sinilah dapat disimpulkan bahwa kemunduran Turki Usmani pasca Sulaiman disebabkan karena banyaknya terjadi kekacauan-kekacauan yang menyebabkan kemunduran dalam kerajaan Usmani.
E. Kemunduran Kerajaan Turki Usmani
Kemunduran Turki Usmani terjadi setelah wafatnya Sulaiman Al-Qonuni. Hal ini disebabkan karena banyaknya kekacauan yang terjadi setelah Sultan Sulaiman meninggal diantaranya perebutan kekuasaan antara putera beliau sendiri. Para pengganti Sulaiman sebagian besar orang yang lemah dan mempunyai sifat dan kepribadian yang buruk. Juga karena melemahnya semangat perjuangan prajurit Usmani yang mengakibatkan kekalahan dalam mengahadapi beberapa peperangan. Ekonomi semakin memburuk dan system pemerintahan tidak berjalan semestinya.
Selaim faktor diatas, ada juga faktor-faktor yang menyebabkan kerajaan Usmani mengalami kemunduran, diantaranya adalah :
1. Wilayah Kekuasaan yang Sangat Luas
Perluasan wilayah yang begitu cepat yang terjadi pada kerajaan Usmani, menyebabkan
pemerintahan merasa kesulitan dalam melakukan administrasi pemerintahan, terutama pasca pemerintahan Sultan Sulaiman. Sehingga administrasi pemerintahan kerajaan Usmani tidak beres. Tampaknya penguasa Turki Usmani hanya mengadakan ekspansi, tanpa mengabaikan penataan sistem pemerintahan. Hal ini menyebabkan wilayah-wilayah yang jauh dari pusat mudah direbut oleh musuh dan sebagian berusaha melepaskan diri.
2. Heterogenitas Penduduk
Sebagai kerajaan besar, yang merupakan hasil ekspansi dari berbagai kerajaan, mencakup Asia kecil, Armenia, Irak, Siria dan negara lain, maka di kerajaan Turki terjadi heterogenitas penduduk. Dari banyaknya dan beragamnya penduduk, maka jelaslah administrasi yang dibutuhkan juga harus memadai dan bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka. Akan tetapi kerajaan Usmani pasca Sulaiman tidak memiliki administrasi pemerintahan yang bagus di tambah lagi dengan pemimpinpemimpin yang berkuasa sangat lemah dan mempunyai perangai yang jelek.
3. Kelemahan para Penguasa
Setelah sultan Sulaiman wafat, maka terjadilah pergantian penguasa. Penguasa-penguasa tersebut memiliki kepribadian dan kepemimpinan yang lemah akibatnya pemerintahan menjadi kacau dan susah teratasi.
4. Budaya Pungli
Budaya ini telah meraja lela yang mengakibatkan dekadensi moral terutama dikalangan pejabat yang sedang memperebutkan kekuasaan (jabatan).
5. Pemberontakan Tentara Jenissari
Pemberontakan Jenissari terjadi sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M, 1727 M dan 1826 M. Pada masa belakangan pihak Jenissari tidak lagi menerapkan prinsip seleksi dan prestasi, keberadaannya didominasi oleh keturunan dan golongan tertentu yang mengakibatkan adanya pemberontakan-pemberontakan.
6. Merosotnya Ekonomi
Akibat peperangan yang terjadi secara terus menerus maka biaya pun semakin membengkak, sementara belanja negara pun sangat besar, sehingga perekonomian kerajaan Turki pun merosot.
7. Terjadinya Stagnasi dalam Lapangan Ilmu dan Teknologi
Ilmu dan Teknologi selalu berjalan beriringan sehingga keduanya sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Keraajan usmani kurang berhasil dalam pengembagan Ilmu dan Teknologi ini karena hanya mengutamakan pengembangan militernya. Kemajuan militer yang tidak diimbangi dengan kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan Usmani tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju.
F. Catatan Simpul
1. Nama kerajaan Usmani diambil dari nama Sultan pertama bernama Usman. Beliau dengan gigihnya meneruskan cita-cita ayahnya sehingga dapat menguasai suatu wilayah yang cukup luas dan dapat dijadikan sebuah kerajaan yang kuat. Bangsa Turki Usmani berasal dari suku Qoyigh, salah satu kabilah Turki yang amat terkenal. Pada abad ke-13 mereka mendapat serangan dari bangsa Mongol. Akhirnya mereka mencari perlindungan dari saudaranya, yaitu Turki Seljuk. Dibawah pemerintahan Ortoghul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alaudin yang sedang melawan Bizantium. Karena bantuan mereka, Sultan Alaudin dapat mengalahkan Bizantium. Kemudian Sultan Alaudin memberi imbalan tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Setelah Sultan Alaudin wafat (1300 M), orang-orang Turki segera memproklamirkan kerajaan Turki Usmani dengan Usman I sebagai sultannya.
2. Perluasan wilayah kerajaan Turki terjadi dengan cepat, sehingga membawa kejayaan,
disamping itu raja-raja yang berkuasa sangat mempunyai potensi yang kuat dan baik. Banyak daerah-daerah yang dapat dikuasai (di Asia Kecil) sehingga memperkuat berdirinya kerajaan Turki Usmani. Salah satu sumbangan terbesar kerajaan Turki Usmani dalam penyebaran Islam adalah penaklukkan kota benteng Constantinopel (Bizantium) ibukota Romawi Timur (1453 M), penaklukkan kota itu terjadi pada masa Sultan Muhammad II (1451-1481 M) yang terkenal dengan gelar Al-Fatih. Dalam perkembangan selanjutnya kerajaan Turki Usmani mengalami kemajuan yang sangat pesat. Kemajuan-kemajuan tersebut meliputi bidang kemiliteran, pemerintahan, kebudayaan dan agama. Selanjutnya Turki Usmani mengalami puncak keemasan adalah pada masa pemerintahan Sulaiman I (1520-1566 M) yang terkenal dengan
sebutan Sulaiman Agung.
3. Dari perkembangan yang sangat baik itu maka Turki Usmani mengalami kemajuankemajuan yang mendukung sekali dalam pemerintahannya diantaranya :
a. Dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan. Turki mempunyai militer yang sangat kuat dan siap bertempur kapan dan dimana saja. Di bidang urusan pemerintahan dibuat undang-undang yang berguna untuk mengatur urusan pemerintahan di Turki Usmani.
b. Dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya. Turki kaya akan kebudayaan, karya telah terjadi akulturasi budaya antara Arab, Persia dan Bizantium. Akan tetapi dalam bidang ilmu pengetahuan Turki Usmani tidak begitu menonjol karena terlalu berfokus pada bidang kemiliteran.
c. Dalam Bidang Keagamaan. Peranan agama di Turki Usmani sangatlah besar terutama dalam tradisi masyarakat. Mufti/Ulama’ menjadi pejabat tinggi dalam urusan agama dan berwenang memberi fatwa resmi terhadap problem keagamaan yang dihadapi masyarakat.
4. Tanda kemunduran kerajan Turki Usmani terjadi setelah masa pemerintahan Sulaiman (1520-1566 M) berakhir, yaitu terjadi pertikaian diantara anak Sulaiman untuk memperebutkan kekuasaan. Turki Usmani mengalami kekacauan, satu persatu daerah kekuasaannya melepaskan diri, karena tidak ada pengganti pemimpin yang kuat dan cakap.
B. Kerajaan Mughal
Asal-usul
Kerajaan Mughal merupakan kelanjutan dari kesultanan Delhi, sebab ia menandai puncak perjuangan panjang untuk membentuk sebuah imperium India muslim yang didasarkan pada sebuah sintesa antara warisan bangsa Persia dan bangsa India.
Sejak Islam masuk ke India pada masa Umayyah, yakni pada masa Khalifah al-Walid I (705-715) melalui ekspedisi yang dipimpin oleh panglima Muhammad Ibn Qasim tahun 711/712, peradaban Islam mulai tumbuh dan menyebar di anak benua India.
a. Kemajuan yang dicapai Kerajaan Mughal
1. Bidang Politik dan Administrasi Pemerintahan
a.Perluasan wilayah dan konsolidasi kekuatan. Usaha ini berlangsung hingga masa pemerintahan Aurangzeb.
b.Pemerintahan daerah dipegang oleh seorang Sipah Salar (kepala komandan), sedang sub-distrik dipegang oleh Faujdar (komandan). Jabatan-jabatan sipil juga diberi jenjang kepangkatan yang bereorak kemiliteran. Pejabat-pejabat itu memang diharuskan mengikuti latihan kemiliteran
c.Akbar menerapkan politik toleransi universal (sulakhul). Dengan politik ini, semua rakyat India dipandang sama. Mereka tidak dibedakan karena perbedaan etnis dan agama. Politik ini dinilai sebagai model toleransi yang pernah dipraktekkan oleh penguasa Islam.
d.Pada Masa Akbar terbentuk landasan institusional dan geografis bagi kekuatan imperiumnya yang dijalankan oleh elit militer dan politik yang pada umumnya terdiri dari pembesar-pembesar Afghan, Iran, Turki, dan Muslim Asli India. Peran penguasa di samping sebagai seorang panglima tentara juga sebagai pemimpin jihad.
e.Para pejabat dipindahkan ¬dari sebuah jagir kepada jagir lainnya untuk menghindarkan mereka mencapai interes yang besar dalam sebuah wilayah tertentu. Jagir adalah sebidang tanah yang diperuntukkan bagi pejabat yang sedang berkuasa. Dengan demikian tanah yang diperuntukkan tersebut jarang sekali menjadi hak milik pejabat, kecuali hanya hak pakai.
f.Wilayah imperium juga dibagi menjadi sejumlah propinsi dan distrik yang dikelola oleh seorang yang dipimpin oleh pejabat pemerintahan pusat untuk mengamankan pengumpulan pajak dan untuk mencegah penyalahgunaan oleh kaum petani.
2. Bidang Ekonomi
a.Terbentuknya sistem pemberian pinjaman bagi usaha pertanian.
b.Adanya sistem pemerintahan lokal yang digunakan untuk mengumpulkan hasil pertanian dan melindungi petani. Setiap perkampungan petani dikepalai oleh seorang pejabat lokal, yang dinamakan muqaddam atau patel, yang mana kedudukan yang dimilikinya dapat diwariskan, bertanggungjawab kepada atasannya untuk menyetorkan penghasilan dan menghindarkan tindak kejahatan. Kaum petani dilindungi hak pemilikan atas tanah dan hak mewariskannya, tetapi mereka juga terikat terhadapnya..
c.Sistem pengumpulan pajak yang diberlakukan pada beberapa propinsi utama pada imperium ini. Perpajakan dikelola sesuai dengan system zabt. Sejumlah pembayaran tertentu dibebankan pada tiap unit tanah dan harus dibayar secara tunai. Besarnya beban tersebut didasarkan pada nilai rata-rata hasil pertanian dalam sepuluh tahun terakhir. Hasil pajak yang terkumpul dipercayakan kepada jagirdar, tetapi para pejabat lokal yang mewakili pemerintahan pusat mempunyai peran penting dalam pengumpulan pajak. Di tingkat subdistrik administrasi lokal dipercayakan kepada seorang qanungo, yang menjaga jumlah pajak lokal dan yang melakukan pengawasan terhadap agen-agen jagirdar, dan seorang chaudhuri, yang mengumpulkan dana (uang pajak) dari zamindar.
d.Perdagangan dan pengolahan industri pertanian mulai berkembang. Pada asa Akbar konsesi perdagangan diberikan kepada The British East India Company (EIC) -Perusahaan Inggris-India Timur- untuk menjalankan usaha perdagangan di India sejak tahun 1600. Mereka mengekspor katun dan busa sutera India, bahan baku sutera, sendawa, nila dan rempah dan mengimpor perak dan jenis logam lainnya dalam jumlah yang besar.
3. Bidang Agama
a.Pada masa Akbar, perkembangan agama Islam di Kerajaan Mughal mencapai suatu fase yang menarik, di mana pada masa itu Akbar memproklamasikan sebuah cara baru dalam beragama, yaitu konsep Din-i-Ilahi. Karena aliran ini Akbar mendapat kritik dari berbagai lapisan umat Islam. Bahkan Akbar dituduh membuat agama baru. Pada prakteknya, Din-i-Ilahi bukan sebuah ajaran tentang agama Islam. Namun konsepsi itu merupakan upaya mempersatukan umat-umat beragama di India. Sayangnya, konsepsi tersebut mengesankan kegilaan Akbar terhadap kekuasaan dengan symbol-symbol agama yang di kedepankan. Umar Asasuddin Sokah, seorang peneliti dan Guru Besar di Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyamakan konsepsi Din-i-Ilahi dengan Pancasila di Indonesia. Penelitiannya menyimpulkan, “Din-i-llahi itu meru¬pakan Pancasilanya bangsa Indonesia.
b.Perbedaan kasta di India membawa keuntungan terhadap pengembangan Islam, seperti pada daerah Benggal, Islam langsung disambut dengan tangan terbuka oleh penduduk terutama dari kasta rendah yang merasa disiasiakan dan dikutuk oleh golongan Arya Hindu yang angkuh. Pengaruh Parsi sangat kuat, hal itu terlihat dengan digunakanya bahasa Persia menjadi bahasa resmi Mughal dan bahasa dakwah, oleh sebab itu percampuran budaya Persia dengan budaya India dan Islam melahirkan budaya Islam India yang dikembangkan oleh Dinasti Mughal.
c.Berkembangnya aliran keagamaan Islam di India. Sebelum dinasti Mughal, muslim India adalah penganut Sunni fanatik. Tetapi penguasa Mughal memberi tempat bagi Syi’ah untuk mengembangkan pengaruhnya.
d.Pada masa ini juga dibentuk sejumlah badan keagamaan berdasarkan persekutuan terhadap mazhab hukum, thariqat Sufi, persekutuan terhadap ajaran Syaikh, ulama, dan wali individual. Mereka terdiri dari warga Sunni dan Syi’i.
e.Pada masa Aurangzeb berhasil disusun sebuah risalah hukum Islam atau upaya kodifikasi hukum Islam yang dinamakan fattawa alamgiri. Kodifikasi ini menurut hemat penulis ditujukan untuk meluruskan dan menjaga syari’at Islam yang nyaris kacau akibat politik Sulakhul dan Din-i- Ilahi.
4. Bidang Seni dan Budaya
a.Munculnya beberapa karya sastra tinggi seperti Padmavat yang mengandung pesan kebajikan manusia gubahan Muhammad Jayazi, seorang penyair istana. Abu Fadhl menulis Akhbar Nameh dan Aini Akbari yang berisi sejarah Mughal dan pemimpinnya.
b.Kerajaan Mughal termasuk sukses dalam bidang arsitektur. Taj mahal di Agra merupakan puncak karya arsitektur pada masanya, diikuti oleh Istana Fatpur Sikri peninggalan Akbar dan Mesjid Raya Delhi di Lahore. Di kota Delhi Lama (Old Delhi), lokasi bekas pusat Kerajaan Mughal, terdapat menara Qutub Minar (1199), Masjid Jami Quwwatul Islam (1197), makam Iltutmish (1235), benteng Alai Darwaza (1305), Masjid Khirki (1375), makam Nashirudin Humayun, raja Mughal ke-2 (1530-1555). Di kota Hyderabad, terdapat empat menara benteng Char Minar (1591). Di kota Jaunpur, berdiri tegak Masjid Jami Atala (1405).
c.Taman-taman kreasi Moghul menonjolkan gaya campuran yang harmonis antara Asia Tengah, Persia, Timur Tengah, dan lokal.
c. Sebab-sebab Kemajuan
Kerajaan Mughal tidak mencapai kejayaannya secara mudah. Bagaimanapun, umat Islam di masa ini termasuk golongan minoritas di tengah mayoritas Hindu. Namun Kerajaan Mughal tetap berhasil memperoleh kecemerlangan disebabkan factor-faktor sebagai berikut;
a.Kerajaan Mughal memiliki pemerintahan dan raja yang kuat. Politik toleransi dinilai dapat menetralisir perbedaan agama dan suku bangsa, baik antara Islam-Hindu, Ataupun India-non India (Persia-Turki).
b.Hingga Pemerintahan Aurangzeb, rakyat cukup puas dan sejahtera dengan pola kepemimpinan raja dan program kesejahteraannya.
c.Prajurit Mughal dikenal sebagai prajurit yang tangguh dan memiliki patriotisme yang tinggi. Hal ini diwarisi dari Timur Lenk yang merupakan para petualang yang suka perang dari Persia di Asia Tengah dan cukup dominan dalam ketentaraan.
d.Sultan yang memerintah sangat mencintai ilmu dan pengetahuan. Para “Bangsawan Mughal mengemban tanggung jawab membangun masjid, jembatan, dan atas berkembangnya kegiataan ilmiah dan sastra”.
d. Kemunduran Dan Keruntuhan Kerajaan Mughal
Kerajaan Mughal mencapai puncak kejayaannya pada masa kepemimpinan Akbar (1556-1605). Generasi sesudah Akbar yaitu Jahangir (1605-1627), Shah Jahan (1627-1658), Aurangzeb (1658-1707) masih dapat mempertahankan kemajuan tersebut. Namun Raja-raja pengganti Aurangzeb merupakan penguasa yang lemah sehingga tidak mampu mengatasi kemerosotan politik dalam negeri.
Tanda-tanda kemunduran sudah terlihat dengan indikator sebagaimana berikut ;
a)Internal; Tampilnya sejumlah penguasa lemah, terjadinya perebutan kekuasaan, dan lemahnya kontrol pemerintahan pusat.
b)Eksternal; Terjadinya pemberontakan di mana-mana, seperti pemberontakan kaum Sikh di Utara, gerakan separatis Hindu di India tengah, kaum muslimin sendiri di Timur, dan yang terberat adalah invasi Inggris melalui EIC.
Dominasi Inggris diduga sebagai faktor pendorong kehancuran Mughal. Pada waktu itu EIC mengalami kerugian. Untuk menutupi kerugian dan sekaligus memenuhi kebutuhan istana, EIC mengadakan pungutan yang tinggi terhadap rakyat secara ketat dan cenderung kasar. Karena rakyat merasa ditekan, maka mereka, baik yang beragama Hindu maupun Islam bangkit mengadakan pemberontakan.
Mereka meminta kepada Bahadur Syah untuk menjadi lambang perlawanan itu dalam rangka me¬ngembalikan kekuasaan kerajaan. Dengan demikian, terjadilah perlawanan rakyat India terhadap kekuatan Inggris pada bulan Mei 1857 M. Perlawanan mereka dapat dipatahkan dengan mudah. Inggris kemudian menjatuhkan hukuman yang kejam terhadap para pemberontak. Mereka diusir dari kota Delhi, rumah-¬rumah ibadah banyak yang dihancurkan, dan Bahadur Syah, raja Mughal terakhir, diusir dari istana (1858 M). Dengan demikian berakhirlah sejarah kekuasaan dinasti Mughal di daratan India.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal mundur dan membawa kepada kehancurannya pada tahun 1858 M yaitu:
1.Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal.
2.Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elite politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.
3.Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalam melak¬sanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antaragama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
4.Semua pewaris tahta kerajaan pada paro terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan.
Toynbee menyatakan setiap kebudayaan yang dewasa memiliki empat tahap hidup: lahir, tumbuh, runtuh, dan silam. Kerajaan Mughal telah melewati konsepsi itu. Namun Kerajaan Mughal tidak mungkin lepas dari sejarah Islam sekaligus sejarah India, karena kerajaan ini merupakan warisan dua peradaban besar tersebut. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1.Islam telah mewariskan dan memberi pengayaan terhadap khazanah kebudayaan India. Sepertinya tepat yang ditulis oleh Roger Garaudy bahwa “Islam telah membawakan kepada manusia suatu dimensi transenden (ketuhanan) dan dimensi masyarakat (umat) .
2. Dengan hadirnya Kerajaan Mughal, maka kejayaan India dengan peradaban Hindunya yang nyaris tenggelam, kembali muncul.
3.Kemajuan yang dicapai Kerajaan Mughal telah memberi inspirasi bagi perkembangan peradaban dunia baik politik, ekonomi, budaya dan sebagainya. Misalnya, politik toleransi (sulakhul), system pengelolaan pajak, seni arsitektur dan sebagainya.
4.Kerajaan Mughal telah berhasil membentuk sebuah kosmopolitan Islam-India daripada membentuk sebuah kultur Muslim secara eksklusif.
5.Kemunduran suatu peradaban tidak lepas dari lemahnya kontrol dari elit penguasa, dukungan rakyat dan kuatnya sistem keamanan. Karena itu masuknya kekuatan asing dengan bentuk apapun perlu diwaspadai.
4. Sebab-Sebab Kemunduran Umat Islam
Kita semua menyadari bahwa kondisi umat Islam di Indonesia sangat memprihatinkan.Terlalu banyak masalah dan penyakit yangg diidap oleh jasad besar umat Islam di Indonesia bahkan boleh dikata sampai ketingkat stadium kronis.Membutuhkan pisau bedah yang tajam dan analisis yang dalam utk mencari solusi agar ummat Islam dapat keluar dari kemunduran dan krisis-krisis yang melandanya. Namun dari semua analisa pakar-pakar ulama` menuju kesatu arah yaitu kurangnya atau hilangnya komitmen ummat Islam utk berpegang teguh kepada ajaran Islam itu sendiri. Betul apa yang dikatakan Imam Malik yang artinya “Tidak akan berjaya akhir dari ummat ini melainkan dengan apa yang dipegang oleh generasi pertama“.
Kalau kita berbicara ummat Islam itu berarti dengan segala kemampuannya baik bersifat perorangan organisatoris institusi masyarakat muslim dll.
Lemah dalam pemahaman Islam Kelemahan dimaksud terletak dalam cara memahami Islam itu sendiri sehingga mengakibatkan lahirnya pemikiran atau ajaran yang rancu yang dipicu oleh hawa nafsu kepentingan tertentu politik dll.
Dimasa lalu ummat Islam tidak berbeda dalam maslah aqidah krn itu yang pokok tetapi perbedaan dalam masalah furu`. Namun sekarang perbedaan itu sudah menjarah aqidah yang berakibat lahirnya kelompok-kelompok yang berseberangan dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah S.a.w dengan para sahabatnya seperti Ahmadiyah Syiah LDII dll.
Lemah dalam praktek Islam Kalau saja kita merasa tidak kurangnya orang berilmu baik dikalangan akademisi maupun dikalangan masyarakat umum. Tetapi kita akan merasa fakir menemukan tokoh-tokoh Islam yang betul-betul mengaplikasikan Islam apalagi masyarakat awam. Untuk itu perlu contoh yang konkrit utk mempraktekkan Islam tidak cukup hanya ucapan dan kajian ilmiah saja.
Lemah dalam membangun perekonomian Betapa hebat suatu ummat tanpa ditopang dengan perekonomian yang kokoh maka bisa digantikan ummat itu akan mengalami peluang utk dibeli seperti yang kita alami sekarang. Justru yang terjadi adl ummat Islam terjerumus oleh permainan riba dengan sistem kapitalis. Maka perekonomian kita harus kita bangun atas dasar Islam. Secara faktual masih banyak kendala seperti yang dialami oleh Bank Muammalat Islam Indonesia misalnya mengalami kesulitan mencari partner-partner berkredibilitas.
Lemah dalam persatuan Persatuan adil dalam tiap muslim tetapi bagaimana merealisasikannya ini yang memenuhi jalan buntu. Sudah banyak usaha dilakukan utk menjalin persatuan tetapi banyak kandas ditengah jalan atau kalaupun berhasil dalam suatu saat tapi banyak bersifat semu dan temporal. Masalahnya mereka berjalan menggalang persatuan dengan konsep yang tidak jelas. Bahwa Allah S.W.T berfirman yang artinya “Ini adl ummat yang satu dan Aku adl Tuhanmu maka beribadahlah kepada-Ku.” Sehingga syarat utama persatuan itu adl membangun diatas Tauhid. Sebagaimana bangsa-bangsa Eropa mereka bersatu atas dasar kekafiran.
Lemah dalam politik Untuk membangun politik Islam tidak cukup hanya dengan mengandalkan perekonomian sesaat dan landasan yang tidak Islami seperti demokrasi dan semacamnya. Tetapi berlandaskan Islam secara murni. Seperti Firman Allah S.W.T yang artinya “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian utk melaksanakan amanat-amanat kepada yang berhak dan apabila kalian berhukum antar manusia hendaknya kalian berhukum secara adil?” Dan mustahil kita mencapai keadilan kalau kita tidak melaksanakan hukum Allah S.W.T tetapi justru mengamalkan buatan manusia. Ibnu Taimiyyah menyebutkan dua syarat bagi pemimpin politik yaitu kuat dan jujur. Kuat dalam pemahaman Islam dan kuat dalam pelaksanaannya. Kedua adl jujur yang didasarkan akan rasa takut kepada Allah S.W.T
Lemah dalam pendidikan Sejak jaman Belanda sengaja pendidikan ummat Islam dimarginalkan agar mereka tidak kritis.Makanya pendidikan hanya sampai tingkat dasar dan menengahpaling banter menengah atas.Adapun perguruan tinggi diisi oleh anak-anak pejabat dan kelompok yang pro Belanda. Baru tahun enampuluhan dan tujuhpuluhan tingkatan perguruan tinggi mulai dikembangkan itupun lebih didominasi oleh kelompok abangan yang seluler. Meskipun mereka berlatar belakang muslim tapi cara berfikirnya cara berfikir Barat. Karena lemahnya tingkat pendidikan tinggi tokoh-tokoh Islam hal itu sengaja diciptakan juga pada masa orde lama dan orde baru sehingga para pemimpin umat Islam tidak terlalu siap mengendalikan pemerintahan dan kepentingan bangsa. Lebih-lebih lagi banyak dari tokoh-tokoh Islam itu terkooptasi pemikiran dan arah perjuangannya serta mudah di beli oleh kepentingan politik.
Lemah dalam membangun peradaban. Peradaban adl hasil dari daya cipta dan karsa manusia yang di kembangkan berdasarkan kemajuan nalar dan teknologi baik berupa fisik maupun non fisik. Dalam hal ini ummat Islam tertinggal jauh dari peradaban lain terutama IPTEK. Hal itu disebabkan oleh banyak faktor diantaranya penjajahan yang berkepanjangan pembodohan secara sistematis kediktatoran penguasa dan lemahnya perhatian yang diakibatkan oleh pandangan sesaat serta kejenuhan berfikir yang larut-larut. Selain juga tingkat kemalasan yang tinggi disebabkan oleh perasaan cepat puas sehingga usaha diupayakan tidak maksimal. Sebagai contoh bagaimana orang Jepang bekerja tiap hari lebih dari 10 jam dan orang Amerika dan Eropa lebih dari 9 jam sedangkan kita maksimal 8 jam itupun banyak korupsinya. Sehingga infra struktur relatif kurang baik high teknologi tidak berjalan dan alat transportasi serta kominikasi terbelakang. Manajemen pemerintahan amburadul dan perangkat hukum mandul. Oleh sebab itu hampir seluruh negara Islam termasuk negara dunia ke III alias terbelakang tidak terkecuali Indonesia. Sementara utang negara menggunung.
Lemah dalam membangun masyarakat madani Istilah masyarakat madani mengemuka pada akhir-akhir ini. Bagi kalangan sekuler memakai madani dengan arti masyarakat yang berperadaban. Sementara kalangan Islam memahami masyarakat yang bertipologi masyarakat madinah yang di bangun oleh Rasulullah S.A.W. dalam pengertian masyarakat yang berpegang berdasarkan norma-norma Islam. Sedangkan kenyataan masyarakat kita sungguh memprihatinkan. Tak jarang justru mempraktekkan norma-norma jahiliyah. Seperti semaraknya di masyarakat kita mengadakan hari ulang tahun atau memperingati tahun Baru padahal itu merayakan budaya non Islam. Belum lagi kesenjangan yang mencolok antar warga kaya dan muslim kurang kegotong royong dalam menghalau kebejatan moral dan kemaksiatan dan cenderung materialistis.
Terlalu mencintai dunia Titik kelemahan ummat yang sempat disampaikan oleh Nabi S.a.w adl yang artinya “Hampir-hampir saja bangsa-bangsa mengerubuti kalian sebagai mana orang-orang menyambuti hidangan makanan.” ditanyakan “Apakah kita waktu itu sedikit wahai Rasulullah?” Beliau menjawab. “Bahkan kalian banyak tetapi kalian seperti buih lautan. Allah mengangkat dari hati musuh-musuh rasa takut kepada kalian dan Allah melemparkan wahn pada hati kalian“. Mereka bertanya “apa itu wahn wahai Rasulullah ?” Beliau menjawab “cinta dunia dan takut mati “. .
Demikian itu kenyataan ummat kita lebih mencintai dunia daripada akhirat akibatnya mereka takut mati dan menghindar dari perjuangan menegakkan kalimat Allah S.W.T.
Lemah dibidang kekuatan Al Qur`an jelas memerintahkan kita utk mempersiapkan kekuatan dan Rasulullah S.a.w menyuruh orangtua agar mengajarkan anak-anaknya berenang dan memanah agar badan mereka sehat. Orang mukmin yang kuat lebih baik daripada orang mukmin yang lemah. Pembantaian dan pengusiran saudara-saudara kita di Ambon Maluku dan ditempat-tempat lain adl bukti betapa kekuatan kita lemah dan diremehkan Untuk itu ummat mulai harus mulai mengkonsolidasi diri dan mempersiapkan kekuatan agar hak asazi mereka tidak diinjak-injak oleh musuh-musuh.
Secara ringkas ada 5 pilar utk kebangkitan ummat Islam yaitu;
a. Keadilan penguasa.
b. Peran aktif para ulama` dan intelektual muslim.
c. Kedermawanan para pengusaha.
d. Doa`nya orang-orang sholeh.
e. Kesabaran para warga miskin.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Su’ud, Islamologi, Sejarah, Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia,(Jakarta: Rineka Cipta,2003)
Ali, K., Tarikh Sejarah Islam Pra Modern, Jakarta,Srigunting, 2003
Chapra, Umer, Pemikiran Ibnu Khaldun,http://www.halalguide.info/content/view/ 432/46/, diakses tanggal 16 September 2006
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Jakarta,Ikhtiar Baru Van Hoeve,1994
Garaudy, Roger, Janji-janji Islam, alihbahasa Prof. Dr. H.M. Rasjidi dari judul asli “Promeses de L’Islam” Jakarta, PT bulan Bintang, 1985)
Ikram, S.M., Muslim Civilization in India (Columbia University Press, 1965),
Lapidus, Ira. M., Sejarah Sosial Ummat Islam,Bagian Kesatu & Kedua. Disadur dari judul asli A History of Islamic Societes oleh Ghufron A. Mas’adi, ed.-1, cet. 1, Jakarta,PT. Rajagrafindo Persada,1999
Mahmudunnasir, Syed, Islam: Konsepsi dan Sejarahnya Bandung, Rosdakarya, 2005
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya,jilid Ibid., Jakarta :UI Press, 1985)
Romli, Usep, Pariwisata Mughal, http://www.wisataislam/info/content/view/432, diakses tanggal 6 Oktober 2006
Sokah, Umar Assasuddin, Din-i-Ilahi,Keberagamaan Sultan Akbar Agung (India 1560-1605), Yogyakarta, ITTAQA Press ,1994
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta,Rajagrafindo Persada, 2000
http://www.geocities.com/cominglucky/tamadunmain.htm, diakses tanggal 16 September 2006
Abbasiyah. syamsuddin99.blogspot.com/2009/04/spi-2.html
Arief B. Iskandar]
Daftar Pustaka
Al-Jabiri, Mohamed Abed. 2004. Problem peradaban: penelusuran atas jejak Kebudayaan Arab, Islam dan Timur. Yogyakarta: Belukar.
Engineer, Asghar Ali. Devolusi Negara Islam. 2000. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Maryam, Siti dkk (Ed.). 2004.Sejarah Peradaban Islam dari masa klasik hingga masa modern. Yogyakarta: LESFI.
Sjadzali, Munawir. 1993. Islam dan Tata Negara ajaran, sejarah dan pemikiran. Jakarta: UI-Press.
Yatim, Badri. 2006. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
1 Mohamed Abed Al-Jabiri, Problem peradaban: penelusuran atas jejak Kebudayaan Arab, Islam dan Timur, Yogyakarta: Belukar, 2004, Hlm. 5
2 Siti Maryam, dkk (Ed.), Sejarah Peradaban Islam dari masa klasik hingga masa modern, Yogyakarta: LESFI, 2004, Hlm 45
3 Asghar Ali Engineer, Devolusi Negara Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000, Hlm. 77
4 H. Munawir Sjadzali, M.A., Islam dan Tata Negara ajaran, sejarah dan pemikiran, Jakarta: UI-Press, 1993, Hlm. 25
5 Dr. Badri Yatim, M.A. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT RjaGrafindo Persada, 2006, Hlm. 39-40
6 Op Cit
DIarsipkan di bawah: KEISLAMAN
ads.masbuchin.com/search/dakwah+rasulullah+periode+mekkah
ads.masbuchin.com/search/konstitusi+madinah
Mengapa kaum muslimin mundur/ Al-Amir Syakib Arsalan Bulan Bintang Jakarta cet.51985.
Pasang surut gerakan Islam/ Yusuf Qudhawi media da`wah cet.I1/1987
“Apa kerugian dunia bila ummat Islam mundur” karangan Abul Hasan Al Nadawi Al Nuarif Bandung cet.II1988
An-Nasr alquwwa fil Islam karangan Sayid Sabiq Darul Kitab Arabi Bairut cet.II1398H/1978
Oleh Al-Islam – Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
sumber file al_islam.chm